SIMPANG LIMO BENGKULU

AvatarTempat berbagi cerita tentang Bengkulu. Berharap menjadi salah satu sumber informasi mengenai daerah ini. Selamat membaca...

Mempertahankan bahasa (Bengkulu)

Oleh: Yansen

Ketika berkenalan dengan seorang dari Zambia, Afrika, karena mengetahui saya dari Indonesia, ia kemudian bertanya, “Do you speak Dutch?” “No, why should I speak Dutch” saya jawab. “I speak Bahasa,” saya tambahkan lagi. Loh, kan Indonesia dijajah Belanda ratusan tahun, kok Bahasa Belanda tidak menjadi Bahasa nasional. “Itulah hebatnya Indonesia,” saya berbangga. “Sisa-sisa kolonialisme sudah kami buang semua. Kami tak ingin punya keterikatan dengan bangsa yang pernah menjajah kami,” tegas saya lagi.


Memang persoalan bahasa seperti ini jadi 'agak' aneh di Benua Afrika. Sejarah kolonialisme masih meninggalkan bekas, paling tidak bahasa. Banyak negara jajahan Inggris, semisal Afrika Selatan, Zimbabwe dan Zambia, menjadikan Bahasa Inggris sebagai bahasa resmi. Jajahan Perancis, semacam Pantai Gading dan Mali, menjadikan Bahasa Perancis sebagai bahasa kenegaraan. Atau Mozambique yang berbahasa Portugis. Sebagian lagi di Afrika bagian utara berbahasa Arab sebagai imbas dari perluasan kekhalifahan Islam abad pertengahan.

Ketika merdeka, Timor Leste juga mengalami masalah bahasa yang pelik. Ketika mereka menjadikan Bahasa Portugis sebagai bahasa resmi, masalah tak selesai begitu saja. Waktu menjadi bagian dari Indonesia, sebagian besar generasi muda mereka tak mengenal lagi Bahasa Portugis yang dikuasai oleh orang-orang seangkatan Ramos Horta. Alhasil, dokumen resmi di Timor Leste, saat ini dibuat dalam 4 bahasa: Tetum, Indonesia, Portugis dan Inggris.

Ternyata bahasa bisa saling membunuh. Globalisasi bahasa ditenggarai menjadi ancaman bahasa-bahasa lokal. Hasil riset menunjukkan ada banyak bahasa lokal dunia yang telah punah atau terancam punah. Bahasa Indonesia pun tak terhindari juga melakukannya. Ada banyak bahasa daerah yang terancam punah, terutama yang digunakan hanya oleh komunitas kecil.

Bengkulu pun tak urung juga setidaknya mengalami masalah serupa. Kita beruntung memiliki Bahasa Melayu Bengkulu, yang entah bagaimana asalnya dipakai sebagai lingua franca secara umum di provinsi ini. Namun tak urung lingua franca lokal ini juga sedikit banyak mempengaruhi eksistensi bahasa-bahasa lokal lainnya. Kepahiang dan Curup, misalnya, yang sebenarnya merupakan salah satu Kota Rejang tak menjadikan Bahasa Rejang sebagai bahasa percakapan ‘pasaran’.

Mungkin ini terlalu menggeneralisasi keadaan. Namun, saya yakin ada pergeseran-pergeseran yang tak mungkin terhindari. Ini kemudian berimbas pada kemampuan generasi selanjutnya mewarisi kekayaan khazanah intelektual kebahasaan yang dimiliki suku tertentu.

Akulturasi budaya memang hal yang tak terhindari. Pernikahan dua orang dari suku dengan dua bahasa berbeda saja melahirkan kompromi terhadap ‘bahasa resmi’ yang akan dipakai dalam komunikasi keluarga. Keluarga saya mengalami hal seperti ini. Bak yang Rejang dan Mak yang dari Suku Serawai sepertinya membutuhkan komitmen tertentu dalam berbahasa. Namun, apakah sebuah keputusan yang dibicarakan atau hanya bersifat alami, akhirnya Bak dan Mak memutuskan membuat variasi. Dari enam anaknya, tiga yang tertua berbahasa Rejang sebagai bahasa pengantar komunikasi di rumah. Sedangkan tiga yang kecil, termasuk saya, menggunakan ‘Bahasa Bengkulu pasaran’ sebagai pengantar berkomunikasi dengan orang tua.

Saya bisa berbahasa Rejang sangat lancar, demikian juga Bahasa Serawai. Namun, entah mengapa, saya merasa ‘kadar ke-Rejang-an’ saya tidaklah seperti tiga kakak tertua saya yang memang berbahasa Rejang sebagai pengantar. ‘Kadar ke-Serawai-an’ kami pun cuma terasa ketika berkumpul dengan saudara dari pihak ibu.

Disini saya menyetujui hipotesis bahwa bahasa bukan hanya alat komunikasi, namun lebih jauh lagi ia adalah identitas. Bahasa menunjukkan struktur pikiran masyarakat dan perkembangan peradaban masyarakat itu sendiri. Ketika saya tak diajak berkomunikasi dalam Bahasa Rejang oleh bapak, maka sesungguhnya ‘identitas ke-Rejang-an’ juga tak menurun alami dan total ke diri saya. Jika menginginkan identitas tersebut, saya harus menemukannya sendiri. Inilah juga yang saya simpulkan ketika mendengarkan Puan Maharani, putri Megawati, yang mencoba ber-ambo-ambo ketika berkampanye untuk ibunya di tahun 2004. Tapi, rasanya kok kurang membumi ke-Bengkulu-annya.

Ini pun bukan hanya masalah internal, tapi juga eksternal. Secara subjektif, komunitas saudara Rejang saya lebih mengakui ke-Rejang-an kakak saya daripada saya. Memang tak secara langsung, namun dapat dirasakan, walaupun saya berbahasa Rejang dengan mereka. Namun, ada sisi positifnya: perasaan entitas Bengkulu sebagai sebuah agregat bisa lebih dimaknai.

Maka, perjuangan menyelamatkan bahasa-bahasa lokal, menurut saya, bukanlah sebuah perjuangan sederhana. Lebih jaub dari itu, ini merupakan perjuangan penyelamatan identitas. Penurunan bahasa-bahasa suku setidaknya merupakan bagian penting dari pengikatan secara maknawi generasi selanjutnya. Walaupun, ditengah-tengah arus globalisasi saat ini, seakan terasa 'jadul' (out of dated) menurunkan bahasa primordial kepada anak. Namun itulah tantangannya: menjadi warga Indonesia dan dunia tanpa kehilangan akar primordial.

Ini hanya sebuah pandangan subjektif, termasuk pilihan menggunakan Bahasa Indonesia, bukan Malayu Bengkulu, sebagai pengantar posting. Cak mano kecek sanak galonyo?

Baca selengkapnya....

Namang

oleh: Herman

Nama adalah doa. Demikian Islam mengajarkan umatnya untuk memberikan nama yang baik pada anak yang baru lahir. Dengan nama yang baik itu, orang tua dan siapapun yang memanggil, telah mendoakan kebaikan bagi sang anak sesuai dengan namanya. Sebagai contoh, nama Yusuf, merupakan nama yang diberikan oleh orang tua untuk anaknya dengan harapan si anak kelak akan saleh seperti nabi Yusuf. Tak hanya itu, kalau perlu secara fisik si anak akan tampan seperti salah satu dari 25 orang nabi dan rasul yang terkenal itu.

Orang Kaur, daerah paling selatan propinsi Bengkulu, hampir seratus persen merupakan pemeluk agama Islam. Mungkin karena orang di sepanjang pulau Sumatera merupakan bagian dari rumpun besar bangsa Melayu yang budayanya dipengaruhi Islam secara kental, sebab penyebaran Islam di tanah Sumatera bergerak dari Pasai si sebelah paling Utara (Aceh) hingga paling selatan (Lampung).

Selain menentukan nama sesuai dengan ajaran Islam, sebelum anak lahir, orang tua telah memikirkan kepada siapa si anak kelak akan memanggil Tamang atau "namang".

Tamang adalah panggilan seorang cucu laki-laki kepada kakeknya. Kepada neneknya, sang cucu memanggil "Bini". Sebaliknya, cucu perempuan akan memanggil kakeknya dengan sebutan "Bini" dan memanggil neneknya dengan sebutan "Tamang". Panggilan ini merupakan panggilan biasa menurut aturan dalam budaya orang Kaur. "Namang" adalah adat yang lainnya. Panggilan Tamang akhirnya tidak hanya ditujukan kepada Tamang kandung.

Orang yang "di-Tamang" oleh anak yang baru lahir tetaplah harus memiliki pertalian darah dengan anak yang baru lahir. Tamangnya ini bisa merupakan saudara dari Tamang atau bini kandung.

Untuk bisa menamangkan anak kepada seseorang, maka anak yang baru lahir harus diberi nama yang memiliki minimal satu suku kata yang diambilkan dari satu suku kata orang yang ditamangkan. Misalnya, Herman, memiliki satu suku kata "Man" yang mengikatkan hubungan dengan Tamangnya yang bernama "Manaf". Manaf sendiri adalah adik kandung dari Tamang (kakek) kandung Herman dari pihak Bapak. Demikian pula dengan Midi, yang memiliki satu suku kata "Di" yang terdapat pada nama Tamangnya, yang kebetulan merupakan Tamang (kekek) kandung sendiri "Karadi".

Adat "menamangkan" sendiri memiliki tujuan penting, yakni semacam penghargaan orang tua anak yang baru lahir kepada orang yang ditamangkan. Menguatkan kembali pernyataan serta sikap bahwa diantara anak yang baru lahir dengan yang ditamangkan masih memiliki pertalian keluarga. "Namang" adalah tali pengikat dan penguatnya.

Bagi orang yang ditamangkan, ia akan merasa mendapatkan penghormatan yang lebih dari keluarga yang baru dikaruniai anak. Kadang, ada pula orang tua yang berharap supaya anak dari keponakannya yang baru lahir mau menamangkan ia. Si orang tua anak yang baru lahir pun juga tak mau dikatakan sombong tak menamangkan anaknya kepada orang tertentu. Tak jarang pula ada yang menilai ada anggota keluarganya yang tidak menamangkan keturunan mereka kepadanya karena merasa dirinya berlatar belakang ekonomi yang "kurang". Fungsi adat "namang" tetaplah untuk semakin mengikat dan menguatkan pertalian keluarga dan rasa persaudaraan.

Sebenarnya, ada pula yang mengaitkan nama anak yang namang dengan dan nama orang yang ditamang tidak dengan suku kata, namun cukup dengan hanya bunyi yang ditimbulkan dari penyebutan nama anak dan Tamangnya. Misalnya pada nama Marfendri. Ia lahir pada bulan Maret, dan namang ke Fandi, saudara dari Bini (nenek) kandungnya. Kedua nama itu tidak memiliki kesamaan suku kata sedikitpun. Keduanya hanya sama-sama memiliki bunyi "i" pada pelafalan nama mereka.

Namang langsung ke Tamang kandung merupakan hal yang langka. Namun tetap saja ada. Misalnya pada Midi. Sekarang pun, Anak ketiga Midi yang perempuan diberi nama Dhiya Shadrina (artinya: penerang hati kita), Namang kepada Tahaya. Tahaya adalah Mak (ibu) kandung Midi, yang berarti Tamang kandung bagi Dhiya.

Setelah ditamangkan, biasanya orang yang ditamangkan, istri atau suaminya, juga anak-anaknya merasa bahwa anak yang baru lahir itu adalah bagian dari keluarga inti (keluarga batih) mereka sendiri. Si Tamang dari hasil Namang ini kadangkala memiliki rasa kasing sayang yang lebih daripada Tamang kandung si anak itu sendiri. Jika memiliki harta (materi), si anak yang baru lahir ini akan mendapat "fasilitas" hidup yang baik dari "Tamang baru" beserta keluarganya itu.

Adat "Namang" ini hanya terdapat pada orang Kaur Asli, yakni mereka yang berbahasa Kaur/Bintuhan. Secara geografis, letak tempat tinggalnya mulai dari paling Utara adalah daerah Nusuk, Hawat Mate, atau daerah Kinal, yang berbatasan dengan Kecamatan Kaur Utara (yang lebih dikenal dengan Padang Guci) hingga daerah Way Hawang, daerah paling ujung Selatan, yang merupakan wilayah perbatasan Propinsi Bengkulu dengan propinsi Lampung.

Keterangan:
Foto "Tunggu(k)an" berasal dari blog Vibriyanti. Tunggu(k)an adalah kayu bakar dalam bahasa Kaur. Seperti tampak pada foto, dikumpulkan untuk kemudian di bawa ke dapur guna memasak.

Baca selengkapnya....

Mandala di langit Bengkulu

oleh: Neng Dalil

Mandala airlines, salah satu maskapai penerbangan tertua di Indonesia akan membuka jalur penerbangan Jakarta - Bengkulu - Jakarta mulai tanggal 21 September 2008. Maskapai ini mencoba ikut meramaikan lalu lintas udara setelah Kartika Air, Lion Air, Sriwijaya Air,dan Batavia Air telah mendahului membuka jalur penerbangan ke Bengkulu.

Meski penerbangan akan dimulai 21 September, penjualan tiket Mandala telah dimulai sejak awal bulan ini. Untuk pengangkutan penumpang mudik lebaran, mulai dari penerbangan pertama sampai 25 September dengan rute Jakarta - Bengkulu telah habis terjual.

Mandala Air menggunakan pesawat jenis Airbus seri A319 dengan muatan yang lebih banyak dibanding dengan pesawat jenis Boeing yang biasa digunakan oleh maskapai lain yang berlabuh di bandara Fatmawati Bengkulu.

Tiket yang dikeluarkan Mandala Air berupa electronic ticket. Anda yang ingin menjajal pesawat Airbus dapat memesan tiket Mandala untuk melakukan perjalanan dari dan ke Bengkulu.

Baca selengkapnya....

Rantau

Oleh: Yansen

Mungkin kita kadang berpikir mengapa Bengkulu tak terkenal. Walaupun popularitas itu relatif, tapi saya yakin satu dua kita pernah bertemu orang-orang yang bertanya dimana Bengkulu. Atau, apa ciri khas Bengkulu yang dapat diperkenalkan dengan orang luar, seperti yang menjadi diskusi di milist kita ini baru-baru lalu. Tapi, pentingkah menjadi terkenal? Mungkin.

Namun tak perlu kecil hati, saking luasnya negara ini, kita pun kalau ditanya daerah Indonesia yang lain belum tentu tahu. Kita tahu Majene, misalnya, karena kecelakaan Adam Air tahun lalu. Tanpa ada kejadian itu, kita rasanya tak akan kenal. Lalu, kita pun jadi tahu bahwa ada propinsi baru yang namanya Sulawesi Barat, dimana Majene berada. Bengkulu diingat orang karena ada gempa bumi. Namun, ingatan ini tak berjangka lama, dan seringkali tak positif. Mungkin nama-nama propinsi yang berasosiasi dengan nama pulau lebih mudah diingat. Jadi, karena propinsi kita tak berasosiasi dengan Sumatera, orang jadi tak mudah ingat. Tak apalah. Atau, dalam konteks yang lebih luas, saya baru saja tahu ada negara yang bernama Tuvalu, Tokelau, Wallis & Futuna, dan Solomon Island misalnya. Ya, mereka adalah tetangga pasifik kita. Ada juga Maldives Island di Lautan Hindia, tak sekalipun terdengar namanya. Seorang teman lalu berkata, Maldives itu Bahasa Indonesianya Maladewa.

Saya jadi tersentak, Pelajaran Geografi sebenarnya pelajaran yang penting. Dalam konteks kenegaraan, pelajaran ini sebenarnya sangat menunjang semangat cinta tanah air dan memunculkan wawasan kebangsaan. Kalau Benedict Anderson mengatakan bahwa masyarakat bangsa adalah “komunitas imajiner.” Sebagai peneliti nasionalisme di Asia Tenggara, Ben Anderson mengatakan bahwa basis utama nasionalisme adalah “perasaan bersaudara yang diimajinasikan.” Karena ini imajinasi, maka ia harus terus dipelihara. Saya membaca buku Komunitas Imajiner Ben Anderson ini ketika masih kuliah di UNIB, tanpa meresapi secara mendalam maknanya. Namun setelah bertemu dengan saudara-saudara setanah air di perantauan, saya lebih merasa sebagai orang Indonesia. Imajinasi saya terbangun menjadi realitas bahwa saya yang Sumatera memang bersaudara dengan orang Jawa, Sulawesi, Kalimantan, dan yang lainnya, bahkan dengan orang Papua. Bahkan, ketika bertemu seorang aktivis Papua merdeka, saya masih merasa ia adalah saudara saya. Walaupun saya merasakan pancaran kekecewaan sekaligus kemarahan di matanya. Sepertinya ia tak begitu merasa bersaudara dengan saya.

Kembali ke keterkenalan tadi. Kalau kita ambil contoh di Sumatera, maka Sumatera Barat dan Sumatera Utara mungkin paling terkenal. Tapi, apa sebabnya. Mungkin kita akan menjawab warung makan Padang ada dimana-mana. Atau, di setiap kantor pengacara, institusi kejaksaan dan kehakiman pasti ada orang Bataknya. Tentu jawaban ini tak salah. Tapi, mengapa ada orang Minang dan Batak ada dimana-mana? Tentu karena mereka adalah para perantau ulung.

Ternyata disinilah kuncinya kalau menurut saya. Para perantau secara tak langsung merupakan aset daerah yang tak ternilai. Tentu kita tak perlu menyebutkan ratusan orang minang yang telah merantau dari sejak pra-kemerdekaan. Akhirnya mereka pun menjadi tokoh nasional dalam semua bidang: politik, ekonomi, sastra, maupun ilmuwan. Demikian juga orang Batak. Tak lengkap rasanya menceritakan periode sastra Indonesia tanpa memasukkan berpuluh-puluh orang dengan marga Batak. Mengagumkan memang.

Karena itu, saya melihat semangat teman-teman di milist blogger Bengkulu, dimana sebagiannya adalah perantau, merupakan hal yang sangat positif. Teruslah berkarya. Keberhasilan teman-teman semua, langsung tak langsung akan berdampak pada Bunda Bengkulu yang menjadi garis takdir kita. Namun, juga harus diacungkan jempol untuk teman-teman yang menetap dan berkiprah di Bengkulu.

Ke-Bengkulu-an mungkin bisa kita jadikan semangat kemajuan. Dan tentu saja spirit ini tak hanya terbatas Bengkulu sebagai tempat kelahiran atau tumbuh berkembang, tapi lebih luas dari itu. Ke-Bengkulu-an adalah ikatan nilai bagi siapa saja yang berkeinginan untuk bersumbangsih dan berbuat untuk kemajuan daerah ini.

Cak mano kecek sanak galonyo?

Baca selengkapnya....

Kalau kentut, dicukik

oleh: Herman


SEKITAR tahun 1988, Bak (bapak) membawa kami pindah domisili ke Tanjung Jaya, sebuah desa yang terletak di pinggiran kota Bengkulu. Disini saya rasakan bahasa sehari-hari yang berbeda yang digunakan masyarakatnya jika dibandingkan dengan kebiasaan kami menggunakan bahasa campur-campur dari daerah Bengkulu bagian selatan. Sebelumnya, kami biasa menggunakan bahasa Alas/Talo, Manna, atau lebih sering bahasa Kaur. Di daerah Tanjung Jaya dan sekitarnya benar-benar memiliki bahasa yang sama sekali baru untuk kami saat itu. Yansen Toha, seorang dosen Universitas Bengkulu yang saat ini sedang menyelesaikan sekolah di Australia membuat saya mengetahui kalau ternyata daerah Tanjung Jaya, Tanjung Agung, Semarang, Surabaya, Dusun Besar, hingga desa Pekan Sabtu dan sekitarnya adalah daerah suku Lembak. Masyarakat di sini memiliki kebudayaan yang agak berbeda dengan suku-suku lain di propinsi Bengkulu.

Saat pindah sekolah ke sebuah SMP di daerah desa Semarang, baru beberapa hari di sana kakak saya membawa pulang sebuah pengalaman yang lucu. Ia ceritakan, di sekolahnya ada anak yang dicukik (Cukik: Jitak) beramai-ramai oleh teman-teman di sekelilingnya. "Kasihan sekali ia," pikir kakak saya. Anak-anak yang menghajarnya dengan buku jari tengah yang tulangnya begitu menyakitkan kepala itu baru berhenti setelah si anak bersiul. Kok bisa? Ternyata, anak yang dicukik itu tadinya kentut. Setelah ketahuan, teman-temannya men-cukik secara beramai-ramai.

Ada kebiasaan di sini, kalau ada yang kentut, maka ia akan dicukik. Rasanya tentu sakit sekali. Sejak tahu itu, saya berusaha untuk tidak ketahuan kalau sedang atau ingin kentut. Mungkin maksudnya berkaitan dengan sopan santun saja. Kentut di tengah-tengah orang banyak tentulah tidak sopan. Entah itu menghasilkan bau yang tidak sedap ataupun suaranya yang tidak enak didengar sebab suara berasal dari "bagian bawah".

Saya tidak tahu apakah kebiasaan yang saya jumpai sekitar 20 tahun lalu itu masih ada atau tidak di masyarakat sini. Juga, apakah mencukik orang yang kentut berlaku untuk semua lapisan usia, ataukah di kalangan anak dan remaja saja. Saya tidak bisa membayangkan kalau orang-orang tua yang tengah berkumpul dalam satu hajatan, lalu salah seorang di antaranya kentut, dan akhirnya dicukik beramai-ramai oleh orang di sekelilingnya.

Baca selengkapnya....

Tari Penyambutan Suku Rejang

The traditional welcoming dance of Rejang Tribe

oleh: Tanah Rejang


Present to celebrate the Adipura arrival in Tempel Rejo Village, as border line Rejang-Lebong district and Kepahiang district. Photo by Arga 07-06-2008


Berikut rekaman tari penyambutan di even yang berbeda oleh sanggar Dulang Mas kabupaten Rejang-Lebong





Tari Penyambutan di Inspirasi Tari Kejai yang sakral dan Agung di Tanah Rejang


Tari Penyambutan adalah Tari Kreasi Baru yang diatur sedekat mungkin dengan Tari Kejai. Terinspirasi oleh tari Kejai karena Suku Rejang sendiri jaman dahulu tidak mempunyai Tari Penyambutan, di jaman dahulu penyambutan tamu dilakukan dengan upacara adat. Tari Kejai adalah tarian sakral dan agung, sehingga sangat pantas untuk di persembahkan untuk Penyambutan Tamu, seperti Pejabat Tinggi Negara, Menteri, Bupati yang berkunjung ke Tanah Rejang, atau pada even-even lain yang bersifat ceremonial, seperti pada acara penyambutan piala Adipura yang tiba di Kota Curup tanggal 7 juni lalu.


Jumlah Penari

Jumlah penari tidak dibatasi,sesuai dengan tempat,bisa putra bisa pula putri, bisa juga berpasangan. Di Rejang Lembak Tari Penyambutan disebut Tari Kurak, namun dalam pembahasan disepakati menggunakan Tari Penyambutan yang telah dibakukan.

Musik yang mengiringi Tari Penyambutan

Di inspirasi oleh tarian sakral dari Tanah Rejang, musik dan alat musik Tari Penyambutan memakai alat musik khas tradisional Suku Rejang, yaitu gong dan kalintang, yang dari jaman dahulu kala di pakai pada musik pengiring tarian sakral dan agung Suku Rejang yaitu Tari Kejai.
Pada umumnya dipakai irama lagu Lalan belek dan Tebo Kabeak.

Gerakan Sembah (Penghormatan):

1. Sembah Tari : Tangan diangkat diatas bahu
2. Sembah Tamu : Tangan diangkat diatas dada
3. Penyerah Siri setengah jongkok dan setengah berdiri pada saat berada diluar rumah
4. Khusus busana yang menyerahkan siri ( wanita ) mengenakan pakaian / baju kurung / renda penutup dada


Baca selengkapnya....

Pendaftaran Mailing List Blogger Bengkulu

Saat ini, ada banyak blog yang isinya bercerita tentang Bengkulu. Daftar yang ada di sidebar blog ini hanya beberapa diantaranya. Blog-blog itu menggunakan layanan blog engine gratisan seperti Multiply, blogger (blogspot), atau wordpress. Ada juga beberapa yang hosting sendiri. Blog-blog ini merupakan media informasi yang memiliki jangkauan yang lebih luas serta pembaca yang lebih beragam daripada media konvensional. Inilah alternatif sumber informasi bagi mereka yang ingin mengetahui kabar Bengkulu.

Blog Simpang mencoba memfasilitasi blogger Bengkulu untuk berbagi informasi dan berdiskusi dalam sebuah mailing list "Blogger Bengkulu". Selama ini, diantara blogger hanya saling merespon lewat lembar komentar pada setiap posting di blog lainnya. Atau, yang paling mudah adalah dengan menuliskan pesan di shoutbox yang terpasang di blog. Seringkali, ada banyak hal yang bisa didiskusikan secara lebih serius dan tentunya tidak cukup di dalam lembar komentar karena tentunya belum terbiasa. Atau lebih parahnya, ada komentar panjang lebar tentang sebuah posting di dalam shoutbox. Kenapa tidak mendiskusikannya dalam sebuah mailing list?

Jika Anda blogger asal Bengkulu dan tertarik untuk berdiskusi tentang Bengkulu, kami mengundang Anda untuk bergabung di dalam mailing list ini. Caranya dengan mengirim imel ke admin di simpanglimo@gmail.com. Atau Anda bisa mendaftar kesini. Karena mailing list ini bersifat tertutup, maka sebaiknya menggunakan cara pertama. Syaratnya sederhana, Anda harus memiliki sebuah blog, sebab karenanya Anda disebut sebagai "Blogger".

Baca selengkapnya....

Asrama Pelajar Bengkulu di Jogja dinilai Liar

Saya minta maaf memposting artikel ini, karena saya beranggapan semoga Simpang Limo bisa jadi penghubung, atau mungkin ada pejabat Bengkulu yang berwenang yang membaca artikel ini bisa mengambil solusi yang terbaik.


Klik gambar untuk melihat tampilan lebih besar


Menuntut ilmu dan merantau, adalah hal penting yang harus kita galakkan, tapi ternyata anak-anak yang membawa nama Bengkulu tetap saja tidak menjaga nama baik daerah yang dibawanya, saya sangat prihatin sekali sampai-sampai hal ini dibawa ke media forum jogja, yang membaca akan melahirkan image yang sangat negatif terhadap orang-orang Bengkulu, dimana kenyataannya saat ini tidak banyak anak-anak terutama pelajar Bengkulu diperhitungkan di tanah rantau karena ulah komunitas kita sendiri.


Sanak-sanak disilakan baca di forum diskusi ini tentang Asrama Liar mahasiswa Bengkulu, semoga bisa cepat diselesaikan.

Alamat forum, Asrama mahasiswa bengkulu liar berada di bawah ini, ini adalah web yang sangat populer terutama di Jogjakarta, pasti sudah banyak sekali yang membaca, tapi mereka hanya diam saja karena merasa bukan orang Bengkulu! Dan nama Bengkulu makin coreng-morenglah di perantauan. Mengenai masalah ini, silahkan baca disini.

Himbauan untuk sanak-sanak di rantau, bila membawa nama daerah tolong dijaga baik-baik. Kalau tidak bisa menjaganya, mending bawa nama personal saja.

Baca selengkapnya....

Petisi Menolak Pembongkaran

oleh: Herman


Saya coba merespon komentar dari Geulugoo pada posting "Heritage Bengkulu Dalam Ancaman", baik yang ada pada kolom komentar posting di blog Simpang Limo Bengkulu maupun yang ada pada Shout Box di sana.

Saya pikir tidak ada salahnya kalau kita mau melayangkan petisi penolakan pembongkaran Monumen Thomas Parr. Pertama, monumen ini merupakan situs yang menyangkut sejarah perjuangan rakyat Bengkulu terhadap penjajahan Inggris awal abad ke-19. Bukankah bangsa yang besar adalah bangsa yang mau menghargai perjuangan para pahlawannya? Kedua, situs ini merupakan simbol perlawanan pada kesewenang-wenangan manusia pada sesama yang harus lenyap dari muka bumi. Penjajahan, dalam bentuk apapun adanya, merupakan pelanggaran pada kemanusiaan. Ketiga, ia merupakan aset wisata yang patut dilestarikan.

Pengajuan petisi adalah salah satu cara menyalurkan aspirasi. Contoh terdekat yang saya ikut terlibat adalah Petisi Menolak Roy Suryo, yang beberapa waktu lalu menuduh Blogger Indonesia berada di balik pembobolan celah keamanan beberapa website lembaga pemerintah dan salah satu organisasi partai politik di tanah air. Pada Petisi itu disebutkan siapa saja blogger yang ikut (tentu saja dengan nama jelas), juga alamat blognya (disebut blogger tentunya karena memiliki blog, kan?). Untuk kasus Rencana Pembongkaran monumen Thomas Parr, saya pikir bisa mempertimbangkan beberapa hal sebelum mengajukan petisi. Pertama, jika ini memang akan menamakan suara blogger Bengkulu, ada berapa blogger yang merupakan orang Bengkulu sendiri? Menurut saya, karena sedikit jumlahnya, maka akan lebih baik kalau menyatakan diri sebagai blogger Bengkulu yang didukung oleh blogger Indonesia.

Kedua, seingat saya ada kelompok pecinta situs-situs bersejarah yang sangat membenci kebijakan pemerintah yang membongkari situs-situ itu. Padahal banyak diantara situs itu nilai sejarahnya akan lenyap begitu saja ketika diganti dengan bangunan yang baru. Pembongkaran situs bersejarah, meski saya tidak tahu persisnya, pernah terjadi di Yogyakarta untuk rumah-rumah di kawasan Kotabaru, serta Jakarta Kota di daerah Glodok dan sekitarnya (maaf, data persisnya perlu ditelusuri kembali, dan saya akan sangat berterima kasih kalau ada yang membantu memberi informasi lengkap mengenai ini). Kebijakan pembongkaran oleh pemerintah sesungguhnya lebih banyak dilatari oleh kepentingan ekonomi pihak tertentu. Untuk itulah, Petisi menolak pembongkaran monumen Thomas Parr harus pula mendapatkan dukungan dari kelompok pecinta situs-situs peninggalan sejarah itu.

Ada pula mailing-list LISI (Lingkar Ilmuan Sosial Indonesia). Terdapat banyak ilmuan sosial terkenal di Indonesia yang ikut di dalam mailing-list ini. Mungkin akan lebih baik kalau ada diantara mereka yang bisa memberikan pendapatnya tentang masalah pembongakaran situs-situs bersejarah dan bagaimana dampaknya bagi masyarakat kita. Tentunya perspektif ilmuan sosial perlu pula menjadi pertimbangan bagi kita sebelum mengajukan Petisi.

Ketiga, seperti komentar Geulugoo di blog Simpang Limo, sangat penting mengajak para tetua, pemuka masyarakat, dan petinggi adat di Bengkulu untuk bersama-sama mengajukan petisi. Tak lupa pula mengajak siapapun yang mau ikut bergabung, terutama tenaga pengajar (guru, dosen), mahasiswa dan pelajar, tokoh pemuda, juga perkumpulan masyarakat adat seperti Yayasan Lembak Bengkulu. Semakin banyak yang ikut mengajukan petisi, maka akan semakin kuat petisi ini untuk mendapat perhatian dari Pemerintah dan masyarakat luas.

Orang Rejang (tun jang) yang memposting masalah ini di blog Simpang Limo, juga teman-teman yang lain terutama yang tinggal di Bengkulu, perlu melengkapi informasi mengenai rencana pembongkaran mounumen Thomas Parr. Apa tujuan pembongkaran, apakah tidak ada cara lain yang bisa ditempuh pemerintah selain membongkar? Atas dasar apa pembongkaran ini, apakah SK Gubernur, SK Walikota, atau apa? Perlu juga memaparkan perdebatan mengenai masalah ini dari isi media massa lokal yang ada di Bengkulu, sudah sampai sejauh mana perdebatannya dan siapa sajakah yang terlibat dalam perdebatan? Siapa atau kelompok mana saja yang sudah menyatakan menolak rencana ini?

Bagi Anda yang membaca tulisan ini, jika ingin ikut memberikan masukan atau mendiskusikannya, silahkan tulisa di bagian komentar artikel atau kirim imel ke simpanglimo@gmail.com. Jangan lupa menyertakan nama jelas dan alamat blog atau imel Anda.

Pembaruan 28 Mei 2008:

Saya baru mendapatkan informasi dari Edi Hermanto, seorang teman yang bekerja di bagian pembangunan Pemda Kota Bengkulu. Menurutnya, Tidak ada informasi bahwa akan ada pembongkaran Monumen Thomas Parr melalui rencana pembuatan terowongan di bawah monumen itu. Memang ada rencana pembangunan terowongan dari Rumah Dinas Gubernur yang dekat dengan Monumen, dan terowongan itu akan melewati bawah tanah tempat di mana monumen berada. Terowongan itu sendiri, menurut Edi, merupakan sebuah tempat wisata bersejarah. Zaman dulu, pernah ada terongan itu, lalu sekarang hendak diperbaiki dan dijadikan tempat wisata. Kebijakan pembangunan ini berasal dari Pemda Propinsi.

Di Bengkulu sendiri, keramaian merespon pembangunan terowongan, terjadi bukan karena ada informasi pembongkaran aset sejarah itu, namun lebih karena pedagang di sekitar monumen merasa terganggu kalau pembangunan berlangsung lama. Makanya, pedagang menuntut supaya pembangunan tidak sampai mengganggu aktfitas ekonomi mereka.

Monumen Thomas Parr adalah situs bersejarah. Ia termasuk benda yang dilindungi oleh Undang-Undang No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Tentunya adalah perbuatan "tercela" kalau pemerintah sampai merusaknya. Anda yang ingin membaca Undang-Undang mengenai Cagar Budaya itu, dapat melihatnya di sini.

Kembali ke informasi mengenai pembongkaran. Sesungguhnya, belum ada data yang detil mengenai rencana pembangunan itu. Atau paling tidak, sayalah yang belum memperolehnya. Tetapi, sejauh yang saya tahu, informasi mengenai pembongkaran Monumen Thomas Parr memang belum jelas. Tulisan Tun Jang di blog Simpang Limo mungkin perlu mendapatkan asupan informasi yang lebih baik dari pembaca sekalian. Kita selaku orang Bengkulu tentu akan sangat menyayangkan kalau pembongkaran itu betul-betul terjadi. Lebih sayang lagi kalau ada orang Bengkulu dan masyarakat luas lebih tidak peduli pada persoalan ini.

Baca selengkapnya....

Monumen Thomas Parr: Heritage Bengkulu Dalam Ancaman

Oleh : Tanah Rejang



Apapun dalihnya, Heritage di Kota bengkulu ini harus di selamatkan. Rencana pembongkaran Tugu ini oleh Pemerintahah Kota Bengkulu untuk membangun terowongan adalah sangat tak beralasan, mengapa Pemerintah setempat tidak mencari solusi dengan membangun terowongan tanpa harus membongkar Tugu Thomas Parr, yang merupakan Heritage Bengkulu bahkan Heritage milik Indonesia yang telah berumur 2 abad(1808-2008).

Dengan ini saya menghimbau seluruh blogger Indonesia untuk membantu mempublikasi Heritage warisan bangsa ini untuk di selamatkan, agar pembongkaran Tugu ini di batalkan.


Thomas Parr Monument - Bengkulu



Terletak di sebelah tenggara dan berjarak 170 m dari Benteng Marlborough. Keletakan geografis tugu ini adalah 03o47'19,16" LS dan 102o15'04,1" BT. Tugu ini berupa bangunan monumental untuk memperingati Residen Thomas Parr yang tewas dibunuh rakyat Bengkulu. Tugu ini berdenah segi 8 dan mempunyai tiang-tiang bergaya corintian. Pintu masuk pada tugu ini terdapat di bagian depan dan sisi kanan dan kiri. Bentuk dari pintu masuk ini lengkung sempurna dan tidak mempunyai daun pintu. Pada salah satu dinding di ruang dalam tugu terdapat sebuah prasasti, tapi pada saat ini sudah tidak dapat dibaca lagi. Bagian atas tugu mempunyai atap yang berbentuk kubah. Berdasarkan lukisan Joseph C Stadler dalam buku Prints of Sotut East Asia in The India Office Library terlihat di lokasi tugu ini terdapat Gedung Pemerintahan dan Gedung Dewan EIC. Pada saat ini sisa-sisa kedua bangunan tersebut sudah tidak dapat ditemukan lagi karena lokasi tersebut sudah merupakan kawasan pertokoan dan pusat pemerintahan Dati I Bengkulu.(2)

Monumen ini dibangun untuk mengenang Thomas Parr, seorang Residen Bengkulu dari Inggris yang tewas ditikam dan kemudian dipenggal kepalanya oleh penduduk setempat pada tahun 1807 ketika ia tengah beristirahat di rumahnya. Thomas Parr diduga dibunuh oleh orang-orang Bugis yang bekerja sebagai anggota keamanan perusahaan dagang Inggris (East India Company). Thomas Parr merasa khawatir dengan perkembangan kekuatan pasukan Bugis ini dan berupaya untuk mengurangi peran mereka, namun orang Bugis merasa tidak senang hingga akhirnya ia terbunuh. Inggris membalas kematian Parr dengan menembaki sejumlah penguasa lokal yang dicurigai berada dibalik pembunuhan tersebut dan membumihanguskan desa-desa tempat tinggal mereka.(4)

Thomas Parr and Hamilton monument at A.Yani street


TUGU THOMAS PARR, remembering the evil

Residen Thomas Parr (1805-1807) adalah penguasa Inggris ke empat puluh sembilan(8) yang diangkat pemerintah Inggris (Residen pertama pertama Bengkulu, penguasa sebelumnya di sebut Deputy Governor) Thomas Parr Menggantikan Deputy Governor Walter Ewer (1800-1805)(8),Parr sampai di Bengkulu tanggal 27 September 1805, menggantikan Walter Ewer. Thomas Parr dikenal sebagai penguasa Inggris yang angkuh dan ganas, dia adalah orang pertama yang memperkenalkan tanaman kopi dengan tanaman paksa di Bengkulu.

Kekejaman dan keangkuhan Thomas Parr tidak saja dirasakan oleh penduduk pribumi tapi juga oleh orang-orang Bugis yang bekerja pada kompeni Inggris, bahkan juga dirasakan oleh pejabat Inggris lainnya. Parr juga dianggap terlalu jauh melangkah mencampuri urusan kepemimpinan tradisional dan adat masyarakat Bengkulu, seperti membuat pertentangan antara rakyat dengan pangeran Sungai Hitam serta peradilan.

Puncak dari kebencian rakyat Bengkulu akhirnya tidak terbendung lagi pada malam 23 Desember 1807, Thomas Parr yang berada di rumah peristirahatannya Mount Felix(Sekarang Rumah Dinas Gubernur atau Gedung Daerah) tiga mil arah Selatan Marlborough dihabisi masa rakyat dibawah pimpinan Depati Sukarami, Depati Pagar Dewa dan Depati Lagan. Kesaksian dari isteri Parr menyebutkan tiga orang yang masuk kerumah membunuh Parr, asistennya Charles Murray yang berusaha melindungi majikannya terluka dan akhirnya meninggal, sementara dia sendiri hanya terluka. Dari kesaksian isteri Parr jelaslah bahwa tujuan penyerang hanyalah Thomas Parr.

Sebagai pembalasan Inggris bertindak keji dan membabi buta, menghancurkan dusun-dusun di Sukarami, Pagar Dewa dan Lagan tanpa prikemanusiaan, bukan saja penduduk yang menjadi sasaran hewan ternakpun tidak luput dari amukan tentara Inggris yang kehilangan kendali.

Pada tahun 1808 Inggris mendirikan Monumen untuk memperingati Thomas Parr yang terletak 100 meter dari Benteng Marlborough, dalam pembangunannya rakyat dipaksa dengan kekerasan agar pembangunannya dapat selesai dalam waktu yang telah ditentukan. Luas bangunan tugu ini seluas 70 meter persegi, tinggi 13,5 meter persis di depan kantor Pos Bengkulu. Monumen ini oleh rakyat Bengkulu disebut dengan Kuburan Bulek . Inggris mendirikan monument ini sebagai penghargaan dan penghormatan terhadap Thomas Parr sementara bagi rakyat Bengkulu ditafsirkan sebagai penghargaan terhadap para pejuang tak dikenal yang telah mati dalam mempertahankan hak dan kemerdekaaan tanah leluhurnya dari penindasan kolonial Inggris.


Kuburan Bulek ini juga merupakan simpul persatuan rakyat Bengkulu dalam melakukan protes dan air mata darah orang Bengkulu yang telah ditumpah paksakan oleh kesemenaan Inggris, juga merupakan tonggak sejarah yang mengandung nilai historis yang tidak ternilai bagi generasi sekarang.(3)


Makam Thomas dan para asistennya


Di semayamkan di dalam Benteng Marlborough dan masih bisa kita jumpai bila berkunjung ke Benteng fort Marlborough, yang katanya memang di pindahkan dari tempat asal mulanya untuk menghindari amarah rakyat Bengkulu saat itu yang membongkar makam tersebut.

Sebagai informasi buat pengunjung Benteng Fort Marlborough, saat ini tidak banyak yang tahu kalau makam di dalam benteng itu adalah makan Thomas Parr dan Asistennya. Dulu saat admin masih sering kesana tulisan di atas makam tersebut itu juga tidak begitu terbaca lagi, dan mungkin sekarang keadaan tulisannya semakin parah dan makin tak terbaca. Namun demikian admin berhasil memperoleh copy tulisan yang sempat di baca ahli sejarah Inggris yang mendokumentasikannya saat dilakukan restorasi pertama Benteng Fort Marlborough dulu, dan copy tulisan ini semoga bisa di cantumkan di dekat makam oleh pengelolah Benteng untuk keterangan kepada pengunjung yang datang ke makam. Berikut copy dari tulisan batu penutup makam itu (3 makam) (Gravestones in Fort Marlborough):


1. Underneath this obelisk are interred / the Remains of / Captain Robert Hamilton / Who died on the 15th of Decr 1793/ at the Age of 38 Years / in the command of the Troops / and / Second Member of the Government.

2. Here / Are deposited the Remains of / Charles Murray Esqr. / Assistent to the Residency(?) of Fort Marlborough / His !!!!!! a Progress / of the Band of Assassins / on the Night of the ...... December 1807 / when Thomas Parr esqr / Resident at Bencoolen / Represenrative of Government / fell by their misguided Duty(?) / His humane care preserved the Life of / The widow of !!!!! his ....nd / Wounded in com...... her husband / from the Daggers of the Assassins / Dis..... induced by anxious and unceasing Execution / in the zealous Discharge of his public Duty / (dimine) a Season of Danger and Alarm / removed(?) this Life / on the 7th of January 1808 / Aged 21 Years / In Memory / of his brave and humane Conduct / and of his public Services / The Right Honourable Lord Minto / Governor General in Council / caused this Monument to be erected / To the Memory of / Charles Murray Esquire.

3. Here are Deposited / The Remains / of / Thomas Parr Esquire / in life / the representative !!!!!!!!!!! I !!!!!!! assassins / in the night .............. of December /................ / .................. /....................... / and advantage to I His Employers / The Right Honourable Gilbert Lord Minto / Governor General in Council / has ordered / that this marble be erected / to his Memory / Lindeman, Sct.This Stone / Is added ad .............. the ........................./ The ................. of / Thomas Parr Esquire /.............. /............. / Widow / Will ............................ / Time shall be no more / Lindeman, Sct. (De naam Lindeman is die van de steenhouwer)


Tanda baca seru dan titik-titik pada kalimat di atas adalah huruf-huruf atau lambang yang tak bisa di kenali lagi (tak dapat di baca) pada saat di lakukan restorasi pertama yang melibatkan arkeolgi dunia.

Bisa di simpulakan bahwa ke tiga makam itu adalah makam :
1. Captain Robert Hamilton (Orang kedua Governor yang berusia 38 tahun)
2. Charles Murray Esqr (Asisten Residen yang berusia 21 tahun)
3. Thomas Parr Esquire (Residen pertama Bengkulu)

Jadi Tugu Thomas Parr sangat erat hubungannya dengan Benteng Fort Marlborough. Inilah penjelasan dari makam- makam yang selalu menjadi tanda tanya bagi pengunjung Benteng Fort Marlborough ( Admin).

Oh birokrat Bengkulu, anda boleh saja berkuasa saat ini. Tapi dengan membongkar heritage ini sama saja anda menghina dan tidak menghargai orang-orang Bengkulu, anda akan di kenang sebagai birokrat yang tak menghargai nilai-nilai sejarah, dan anda di kenang sebagai birokrat yang tak patut di hormati. Anda akan masuk catatan hitam sejarah Bengkulu. Jadi sebaiknya anda ikut melestarikan Heritage yang menjadi Icon Bengkulu lebih dari dua abad berlalu ini, bukan dengan membongkarnya.

Reference :
1. Tanah Rejang
2. http://www.balarpalembang.go.id/Sidda_Vivi.htm
3. http://c10dean.multiply.com/journal/item/25/TUGU_THOMAS_PARR_remembering_the_evil
4. www.indonesia.travel
5. http://home.hccnet.nl
6. http://www.bengkuluekspress.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=4621
7. http://pab-indonesia.com/web/content/view/7413/82/
8. http://www.worldstatesmen.org/Indonesia.htm
9. http://members.virtualtourist.com/m/ca594/12a873/4/
10. http://members.virtualtourist.com/m/p/m/2a945e

Baca selengkapnya....

(Mungkin) gempa lagi

Oleh: Yansen


Ada saat dimana pengetahuan tidak memberikan penjelasan mutlak terhadap sebuah masalah. Inilah ketika pengetahuan menemui jalan buntu. Pengetahuan yang dikategorikan pasti pun menjadi tidak pasti. Ternyata, kebenaran pengetahuan manusia bersifat relatif. Proses mendapatkan pengetahuan terdiri dari tiga hal pokok: ontologis, epistimologi dan aksiologi. Ontologis adalah apa yang dicari. Epistemologi adalah metode mencari pengetahuan. Sedangkan aksiologi bermakna untuk apa pengetahuan yang didapat.

Pertanyaan-pertanyaan ontologis tentang fenomena alam membuat banyak orang berpikir. Lalu lahirlah para ilmuwan. Pertanyaan-pertanyaan itu kemudian membuat para ilmuwan mengembangkan metode untuk mencari jawaban dan kesimpulan. Kemudian berkembanglah metode deduksi dan induksi sebagai pendekatan utama. Pada perkembangan lanjut, muncul klasifikasi ilmu, semisal ilmu pasti dan ilmu soial.

Kita mengangap, misalnya, Matematika adalah ilmu pasti. Argumennya sederhana, 6 ditambah 6 pasti sama dengan 12. Apakah memang demikian? Ternyata tidak juga. Konklusi di atas betul jika kita menggunakan skala penghitungan dengan digit tertinggi 9. Bagaimana jika kita menyepakati skala penghitungan dengan digit tertinggi 6. Tentu jawabnya 15. Makanya, ilmu adalah kesepakatan.

Jika anda tanya kepada ilmuwan sosial tentang resep memperbaiki keadaan Bangsa Indonesia, maka akan ada puluhan teori yang dikemukakan. Ada ratusan argumen yang dijelaskan. Ada ribuan contoh kasus yang diajukan.

Demikian juga dengan geoteknologi. Terminologi ini menjadi akrab dengan kita setelah peristiwa gempa bumi. Istilah ini menggabungkan antara geologi dan teknologi. Sebagai sebuah ilmu, geoteknologi mempelajari pergerakan bumi, termasuk lempeng, dan aspek-aspeknya. Dengan mengamati pola, siklus dan perilaku gempa, para ahli ilmu ini memprediksi kejadian-kejadian gempa. Prediksi terbaru mengungkapkan bahwa Patahan Mentawai belum bergerak. Jika patahan ini bergerak, maka akan terjadi gempa yang diperkirakan sangat besar. Tetapi, jika ditanyakan kapan terjadinya, tak seorang pun yang berani memastikan.

Gempa, terutama tektonik, memang gejala alam yang unik dan mengandung misteri. Karena itu, sikap dan manajemen terhadap bencana ini bisa dikatakan rumit. Ketidak pastian kapan terjadinya membuat tidak begitu banyak hal yang bisa diperbuat. Ternyata ada lorong gelap dibalik penjelasan ilmiah. Inilah yang dinamakan kebuntuan ilmu pengetahuan, scientific deadlock. Karena itu kondisinya menjadi dilematis. Bahkan, ketika ada orang yang berani mengatakan kapan terjadinya, seperti surat dari ilmuwan Brazil yang beredar belakangan ini, ia tidak memberikan ketenangan. Malah ia menimbulkan keresahan baru, antara pasti dan tak pasti.
Karena itu, jika urutan pengetahuan adalah ontologis (apa), epistimologi (bagaimana) dan aksiologi (untuk apa), maka dibalik konklusi seharusnya muncul lagi pertanyaan ontologis—apa dibalik ini. Atau bahkan subjektif—siapa di balik ini. Lalu sebatas manakah ilmu bisa menjelajah? Karena itu, ketika terjadi scientific deadlock, ada Subjek (dengan ’S’ besar) utama. Seringkali ilmuwan hanya berhenti pada subjek-subjek (’s’ kecil) antara. Maka, ada baiknya ketika ini terjadi kita mengembalikan semuanya pada subjek utama alam semesta, yakni Tuhan yang maha kuasa.

Keyakinan tentang entitas ketuhanan ini sangat dibutuhkan. Hal ini membuat ilmuwan bekerja pada koridor yang benar. Makanya, Einstein menyebutkan ilmu tanpa (bimbingan moral) agama adalah buta. Tanpa bimbingan ini, yang muncul adalah arogansi ilmu dan penggunaan ilmu untuk hal yang negatif. Nuklir adalah contohnya. Ia bisa menjadi sumber energi alternatif, tapi nuklir juga bisa menjadi senjata pembunuh massal paling menkautkan. Disamping itu, keyakinan akan entitas ketuhanan juga dibutuhkan oleh khalayak banyak sebagai pengguna ilmu. Dengannya, masyarakat tidak hanya menggantungkan pada kemampuan rasional manusia, tapi juga hal-hal irasional diluar kekuatan manusia. Demikian hendaknya kita berharap sikap masyarakat kita terhadap gempa.

Wallahu’alam bisshowab.

Baca selengkapnya....

T u g u

oleh: Yansen


Kata “tugu” sepertinya mempunyai tempat tersendiri di masyarakat Kota Bengkulu. Kemunculan kata ini selalu berujung dengan kontroversi. Tahun lalu, misalnya, kita disuguhi perdebatan mengenai renovasi tugu di Simpang Lima. Perdebatan itu melibatkan banyak komponen yang terbelah menjadi dua kubu. Kubu pertama menginginkan patung Bung Karno dan Ibu Fatmawati yang dibangun. Sedangkan kubu kedua menginginkan patung kuda menjadi landmark di Simpang Lima. Masing-masing punya argumen, walaupun kemudian yang menang adalah “pasukan” kuda.


Beberapa waktu terakhir, tugu kembali menjadi headline. Keinginan pihak pemerintah kota untuk merenovasi tugu tabot dan tugu perjuangan ditentang banyak kalangan. Pihak pemerintah kota menginginkan Tugu Adipura didirikan sebagai pengingat keberhasilan Kota Bengkulu meraih Piala Adipura tiga kali berturut-turut. Tapi, pihak lain mengajukan keberatan dengan dibongkarnya Tugu Tabot yang merupakan penghormatan terhadap budaya. Apalagi tugu perjuangan yang merupakan apresiasi terhadap perjuangan merebut kemerdekaan. Mereka juga mengungkapkan memenangi Piala Adipura tidaklah berarti banyak dan ironi dengan keadaan yang sesungguhnya.

Tingkat kemanfaatan bangunan berupa tugu atau monumen memang layak diperdebatkan. Ia dibangun hanyalah sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan manusia akan hal-hal yang bersifat transenden dibaliknya. Nilai dibalik inilah yang menjadi pangkal perdebatan bentuk tugu yang mesti dibangun. Bagi banyak pihak, tugu yang akan dibangun akan lebih berguna jika ia mengandung nilai yang layak dijunjung. Itu pulalah yang kemudian membuat keputusan kadang bernuansa politis. Tetapi, dalam konteks tata ruang kota, bangunan seperti itu adalah usaha mempercantik kota. Karenanya penampilan luar menjadi penting. Atas dasar ini, tentulah bentuk yang menarik mata yang menjadi pilihan. Tugu dengan air mancur dan sorotan lampu, misalnya, mungkin menjadi pilihan.

Lalu mana yang penting: penampakan atau substansi; kulit atau isi; bentuk atau filosofi. Ini merupakan perdebatan klasik tak berujung. Untuk mencapai isi, kita harus membuka kulit, ungkap Master Echart, sang pewarta kebaikan. Tapi, “Apalah arti sebuah nama,” ungkap Shakespare, pujangga Inggris. “Mawar tetaplah mawar. Keharumannya takkan berkurang walaupun kita tak menyebutnya mawar,” ujarnya lagi.

Bengkulu mungkin perlu Tugu Adipura untuk mengingatkan pentingnya nilai lingkungan. Tetapi, alangkah ruginya anggaran yang dikeluarkan jika hanya sekedar untuk kepentingan politik sesaat. Kita juga mungkin masih membutuhkan Tugu Tabot dan tugu perjuangan semisal Tugu Garuda. Tetapi, tanpa keinginan untuk menghayati nilai dibalik itu, semua tugu yang ada takkan berguna. Monumen adalah benda mati yang tak bersumbangsih apapun tanpa keinginan mencari makna dibaliknya.

Maka, bagi kebanyakan orang, Tugu Tabot ataupun Tugu Adipura tak terlalu bermasalah. Tapi menjadi masalah jika menjadi perdebatan berkepanjangan yang tak berguna. Tak elok terlalu sibuk dengan urusan “sepele.” Ada segudang masalah lain yang harus dipecahkan dan butuh energi besar. Alangkah baiknya jika energi tersebut digunakan untuk melayani rakyat yang semakin tak kuasa menanggung beban dunia.
Wallahu’alam bisshowab.

Dimuat di Harian Bengkulu Ekspress, 25 Agustus 2007.

Baca selengkapnya....

Gulai Kacang Ikan Asap

oleh: Endah

Ikan asap banyak dijual di daerah pinggir pantai. Ini salah satu cara orang-orang terdahulu untuk mengawetkan ikan (sebelum ada kulkas). Dulu saya kira hanya di daerah kami saja (Bengkulu) yang memiliki cara ini tetapi ternyata di daerah lain pun ada seperti maluku dan jawa (pesisir pantai).

Menu ini merupakan favorit teman-teman saya di kantor, kalau membawa gulai ini ke kantor dipastikan mereka semua akan rebutan. Senang banget rasanya, ternyata ada juga masakan saya yang disukai (soalnya saya terkenal paling malas masak…he3x dan teman-teman jago kritik soal makanan, habisnya pada pinter masak semua!).

Cara membuat Ikan Asap

  1. Bersihkan dan potong-potong ikan sesuai selera (bisa ikan laut atau ikan air tawar
  2. Siapkan panggangan dan atur dengan rapi jangan sampai saling bertumpuk
  3. Siapkan bara api, bisa dari sabut kelapa atau dari batok kelapa
  4. Letakkan ikan di atas bara api dan jaga agar bara tidak menyala
  5. Agar panggangan ikan hasilnya baik bolak-balik secara teratur, semakin kering ikan semakin awet
  6. Angkat ikan jika sudah sesuai dengan selera
  7. Jika tidak langsung dimasak bisa disimpan ditempat kering atau dikulkas jika sudah dingin

Bahan-bahan membuat gulai kacang ikan asap
  • 8 potong ikan tuna atau tenggiri asap
  • 10 kacang panjang, bersihkan dan potong-potong sesuai selera
  • 5 buah tomat asam (tomat kecil)
  • 6 siung bawang merah
  • Cabe merah keriting yang sudah dihaluskan 1/2 sendok makan (atau sesuai selera)
  • Jahe 1 ruas ibu jari
  • Laos 2 ruas jari
  • Kunyit 1/2 ruas jari
  • Santan dari 1/2 butir kelapa
  • Garam
  • Penyedap rasa

Cara membuat :
  1. Haluskan jahe, laos, kunyit, dan 3 siung bawang merah
  2. Masukkan santan, bumbu halus, cabe, dan kacang campur jadi satu dan masak di api sedang
  3. iris bawang merah kemudian masukkan beserta garam sesuai selera
  4. Setelah mendidih masukkan ikan asap
  5. Kalau ikan dan kacang sudah masak kecilkan api dan masukkan tomat asam. Beri sedikit penyedap rasa bila suka
  6. Tunggu sampai santan sudah berminyak kemudian angkat dan sajikan

Baca selengkapnya....

Tentang Bengkulu Selatan

Oleh: Ekie Pucukan*

Bengkulu Selatan adalah sebuah kabupaten di provinsi Bengkulu.

Kabupaten Bengkulu Selatan berdiri berdasarkan Keputusan Gubernur Militer Daerah Militer Istimewa Sumatera Selatan pada tanggal 8 Maret 1949 Nomor GB/ 27/ 1949, tentang pengangkatan Baksir sebagai Bupati Bengkulu Selatan (sebelumnya bernama Kabupaten Manna Kaur 1945 – 1948 dan Kabupaten Seluma Manna Kaur 1948 – 1949). Pada perkembangan selanjutnya dikuatkan dengan Surat Keputusan Presiden RI tanggal 14 November 1956 dengan Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1956 (Tambahan Lembaran Negara 109).

Berdasarkan Kesepakatan Masyarakat Rakyat tanggal 7 Juni 2005, dikuatkan oleh Perda No. 20 tanggal 31 Desember 2005 dan diundangkan dalam Lembaran Daerah No. 13 Tanggal 2 Januari 2006 Seri C maka tanggal 8 Maret ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Bengkulu Selatan. Berdasarkan Undang- undang Nomor: 03 Tahun 2003 Kabupaten Bengkulu Selatan mengalami pemekaran wilayah menjadi Kabupaten Kaur, Seluma dan Bengkulu Selatan.

Kabupaten Bengkulu Selatan juga dikenal dengan sebutan Seraway. Asal nama Seraway dikaitkan dengan dua pendapat yaitu :

  1. Seraway berasal kata sauai yang maksudnya cabang dua buah sungai yaitu sungai Musi dan Sungai Seluma yang dibatasi oleh Bukit Capang.
  2. Seraway berasal kata dari seran yang artinya celaka (celako). Ini dihubungkan dengan suatu legenda dimana seorang anak raja dari hulu karena menderita penyakit menular lalu dibuang (dihanyutkan) ke sungai dan terdampar dimana anak raja inilah yang mendirikan kerajaan ini.

Kerajaan Seraway terpisah dengan Kerajaan Bengkulu (Bangkahulu). Kerajaan ini ditemui antara daerah sungai Jenggalu sampai ke muara sungai Bengkenang namun kerajaan ini akhirnya terpecah- pecah menjadi kerajaan kecil yang disebut margo (marga). Marga dipimpin oleh seorang datuk dan membawahi beberapa desa/ dusun. Marga- marga di Kabupaten Bengkulu Selatan itu adalah Pasar Manna, VII Pucukan, Anak Lubuk Sirih, Anak Dusun Tinggi, Kedurang, Ulu Manna Ilir, Ulu Manna Ulu, Anak Gumay dan Tanjung Raya. Namun mereka bersatu atas dasar satu kesatuan dan satu keturunan dan satu rumpun bahasa.

Bahasa di Kabupaten Bengkulu Selatan terdiri dari dua bahasa asli yaitu bahasa Pasemah yang banyak dipakai dari muara sungai Kedurang sampai dengan perbatasan Kabupaten Kaur sedangkan mayoritas menggunakan bahasa Seraway yang merupakan turunan dari bahasa Melayu. Berdasarkan Sensus Penduduk 2000 suku bangsa di Kabupaten Bengkulu Selatan adalah Serawai 76,87 persen, Pasemah 13,39 persen, Jawa 2,89 persen, Minangkabau 2,21 persen, Melayu 1,06 persen, Sunda 0,95 persen, Batak 0,73 persen dan lainnya 1,89 persen.


* Ekie Pucukan adalah anak Bengkulu asal Pulau Enggano. Saat ini mukim di kota Manna. Artikel ini ia ambilkan dari Wikipedia. Ekie bisa dihubungi di alamat: jemaumannaekie@gmail.com

Baca selengkapnya....

Rumah Adat Suku Bangsa Rejang

oleh : Presty Larasati




Rumah tradisional Rejang asli disebut dengan istilah Umeak Potong Jang. Umeak berarti rumah, Potong berarti buatan, dan Jang maksudnya Rejang. Jadi, Umeak Potong Jang = rumah buatan rejang. Rumah ini juga biasa disebut Umeak-An, dimana An berarti kuno/lama. Umeak-an = rumah lama. Keberadaan rumah asli Rejang ini boleh dikatakan sudah musnah. Menurut orang tua yang masih ingat detail rumah asli ini, rumah yang masih ada sekarang sudah dipengaruhi oleh potongan Meranjat (suku bangsa yang ada di kab. Ogan Komering Ulu Sum-Sel). Perbedaan rumah asli dan yang dipengaruhi Meranjat terletak pada bubungan. Umeak Potong Jang memiliki bubungan melintang, sehingga tritisan atap/ cucuran menghadap ke depan dan belakang. Sedangkan yang dipengaruhi Meranjat, memiliki bubungan membujur sehingga tritisan menghadap ke samping.

Bentuk bagian-bagian

  • Umeak potong jang memiliki bubungan jembatan dengan teblayeaa (pelayaran) di kiri dan kanan. Atap depan dan belakang makin menurun.
  • Lantai bagian berendo (beranda/teras) dan dapur dibuat lebih rendah dari badan rumah.
  • Bentuk pintu dan jendela segi empat, membuka ke dalam atau ke samping.
  • Tiang rumah besar dengan beginting tengah(kecil di tengah)
  • Tangga dibuat dari papan tebal dengan lebar selebar pintu berendo
  • Plafonnya tergantung pada kasau atap, tidak berpagu
  • Di atas ruang tengah bagian belakang ada ruangan berbentuk loteng yang disebut geligei


Susunan Ruang

Susunan ruang Umeak Potong Jang atau Umeak-an terdiri dari (lihat gambar denah):


1. Berendo
Panjang berendo selebar rumah. Lantainya lebih rendah depicing (selangkah dari bagian dalam). Berendo memiliki fungsi social (tempat berbincang pagi dan sore dengan tamu dan tetangga akrab, menegur orang lewat, bermain ank-anak), fungsi ekonomis (tempat menukang, membuat alat transportasi), dan tempat menjemur pakaian.

2. Umeak Danea
Merupakan bagian ruang dalam paling depan. Umeak dana ini berfungsi sebagai tempat menerima tamu, musyawarah, tempat duduk para bujang waktu bersyair, dan tempat duduk tamu anak gadis.

3. Pedukuak
Merupakan tempat tidur orang tua, juga terdapat pemenyap atau tempat menyimpan barang berharga dan tikar.

4. Geligei
Loteng di atas pedukuak dan R. menyambei. Merupakan ruang tidur anak gadis dan tempat mereka menyambut tamu teman perempuannya. Tangga untuk naik ke geligei dapat di naik-turunkan. (lihat gambar potongan A-A)

5. Ruang menyambei
Merupakan ruangan tempat perempuan menyambei. Ruangan ini dibatasi dengan sekat berupa jendela tak bertutup. Gang yang terdapat di ruang ini merupakan jalan menuju dapur. (lihat gambar potongan A-A)

6. Dapur
Merupakan tempat untuk memasak, berdiang, dan tempat makan.

7. Ga-ang
Bagian dari dapur, dekat tangga luar belakang. Ga-ang merupakan ruang terbuka seperti berendo. Berfungsi tempat mencuci, menyimpan air, dan menjemur bahan makanan. Lantainya terbuat dari bambu bulat, sehingga waktu mencuci, air langsung mengalir ke bawah. Di ujung ga-ang terdapat Kepato Lesat Buluak Bioa (rak-rak tempat perian dan bambu air)

Susunan dan fungsi ruang ini sangat ditaati oleh masyarakat Rejang. bagi mereka, malanggar susunan dan fungsi ruang pada rumah ini sama dengan melanggar adat istiadat..

selain itu, terdapat juga ragam hias yang bisa kita temukan di Umeak Potong Jang ini. untuk lebih detail, ragam hias seperti apa yang terdapat di rumah ini, klik postingan mengenai ragam hias pada tenunan Rejang berikut

Baca selengkapnya....

Ragam hias Bengkulu part 2 : ragam hias pada tenunan rejang

oleh : Presty Larasati

Berikut merupakan nama, gambar, dan makna (bila saya mendapatkannya) untuk kelompok ragam hias pada tenunan rejang yang berhasil saya dapatkan :

  • Cebung lenggong
    cebung-lenggong.jpg

  • Iliak bintang
    iliak-bintang.jpg


  • Lekau betatau
    lekau-betatau.jpg

  • Mata punai
    matai-panai.jpg

  • Tebea pinang uar, tebaran pinang muda
    >tabea-pinang-uar.jpg

  • Semut beleet, semut belarit
    semut-beleet.jpg

  • Tanjak berekek
    rangkaian tidak terputus, ragam hias ini juga dipakai pada rumah adat suku bangsa rejang (Umeak Potong Jang)
    tanjak-berekek.jpg

  • Tombak magelung
    tombak bolak-balik
    tombak-magelung.jpg

  • Kembang delapan
    keduniawian, keramah-tamahan dan kebahagiaan. Ragam hias ini juga dipakai pada rumah adat suku bangsa rejang (Umeak Potong Jang)
    kembang-delapan.jpg

  • Cerbong kewet
    rangkaian tidak terputus, ragam hias ini juga dipakai pada rumah adat suku bangsa rejang (Umeak Potong Jang)
    cerbong kewet

  • Buah-buah beluluk
    buah2-beluluk.jpg

  • Pengubung keluang
    pengubung-keluang.jpg

Selain itu, terdapat beberapa jenis ragam hias lain yang belum saya ketahui bentuknya, ragam hias ini terdapat pada ukiran pada rumah adat rejang, dan rumah adat Bengkulu di anjungan TMII. Ragam hias tersebut antara lain :
  1. Kacang keliling (flora)
    rangkaian tidak terputus
  2. Sisit nanas (flora)
    rangkaian tidak terputus
  3. Ular melilit akar (fauna)
    kedatangan para tamu terlihat dan menyerah. Biasanya ragam hias ini ditempatkan pada tiang beranda dan ruang tengah
  4. Sekea begatung (fauna)
    kedatangan para tamu terlihat dan menyerah. Biasanya ragam hias ini ditempatkan pada tiang beranda dan ruang tengah
  5. Seliping mas (fauna)
    kedatangan para tamu terlihat dan menyerah. Biasanya ragam hias ini ditempatkan pada tiang beranda dan ruang tengah
  6. Awan-awan (alam)
    memiliki makna perhiasan dan keindahan, ditempatkan pada ujung bawah atap
  7. Bintang bersudut 5 & 6 dalam lingkaran (alam)
    bermakna kehidupan dan akherat akan bercahaya bila beriman (ukiran rumah adat Bengkulu di anjungan TMII)
  8. Sidingin berbentuk hati
    memiliki makna : bagaimanapun panasnya hidup ini harus dihadapi dengan hati dingin (ukiran rumah adat Bengkulu di anjungan TMII).
  9. Bunga matahari
    melambangkan matahari yang menyinari seisi alam bagi kehidupan. Terdapat pada bagian atas pintu dan jendela

Baca selengkapnya....

Ragam hias Bengkulu part 1 : ragam hias pada Tenunan Serawai (ragam hias pada Tabot)

oleh : Presty Larasati

Bengkulu memiliki banyak ragam hias daerah. Ragam hias ini digunakan untuk berbagai keperluan. Setiap ragam hias memiliki bentuk, fungsi,dan makna yang berbeda. Ragam hias Bengkulu pada dasarnya diambil dari alam serta ragam flora dan fauna Bengkulu yang distilir (di-indah-indah-kan). Ragam hias ini biasanya digunakan pada anyaman, ukiran, ragam hias rumah adat, dan kain tenun daerah. Ragam hias ini deikelompokkan menjadi dua macam. Yaitu ragam hias tenunan kain serawai, dan ragam hias tenunan Rejang. Selain itu, juga terdapat motif batik besurek khas Bengkulu yang bisa juga dimasukkan sebagai kategori ragam hias Bengkulu. Berikut merupakan nama, gambar, dan makna (bila saya mendapatkannya) untuk kelompok ragam hias pada tenunan serawai yang berhasil saya dapatkan :

  • Seluang mudik
    seluang-mudik.jpg


  • Kandung lawaiyan
    kandung lawaiyan


  • Unak sebuku
    unak-sebuku.jpg


  • Muarak timput
    muarak-timput.jpg


  • Mata punai berantai
    mata-punai-berantai.jpg


  • Kain cutar
    kain-cutar.jpg


  • Kain ragi itam
    kain-ragi-itam.jpg


  • Gindo suli
    gindo-suli.jpg


  • Kain curak
    kain-curak.jpg


  • Kaping batang pinang
    kaping-batang-pinang.jpg


  • Unak sebuku 2
    unak-sebuku-2.jpg


  • Ular lidi
    ular-lidi.jpg


  • Kain baruak
    kain-baruak.jpg


  • Mata punai kandung
    mata-punai-kandung.jpg


  • Lengkenai naik
    berbentuk tumbuhan memanjat, memiliki arti : dalam kehidupan perlu adanya hiasan. Hiasan utama adalah anak-anak dan harta kekayaan yang senantiasa naik ke rumahnya. Ragam hias ini terdapat pada rumah adat Bengkulu.
    lengkenai-naik.jpg

Baca selengkapnya....

Lokasi

oleh: Neng Dalil


Alhamdulillah...
Walau baru memulai usaha. Tapi kesibukan dikantor sudah terlihat jelas. Perputaran stok tiket kami terhitung cukup cepat jika dibandingkan dengan teman lain yang baru juga membuka usaha yang sama.

Pada saat menempati tempat yang baru di kawasan Simpang Pagar Dewa menuju kearah bandara ini, tepatnya di Jl. DP. Negara No. 06 Pagar Dewa Bengkulu, banyak sekali teman-teman yang berkomentar "wah... jauh banget dari pusat kota Neng, pasti sepi di daerah sana dan siapa yang akan datang kesana".

Memang betul, tapi kalau semua usaha harus memilih tempat yang berada di tengah kota, lantas "siapa yang akan membuka usaha di pinggiran kota? Terus, apakah orang yang berada dipinggiran kota harus pergi ke pusat kota untuk mencari Biro Perjalanan / Agent Perjalanan untuk mengurus dokumen perjalanan ( tiket pesawat ) yang akan mereka lakukan?"

Anda pasti bisa menjawabnya.

Saya tetap optimis bahwa usaha ini akan berjalan sesuai dengan yang saya harapkan. Banyak alasan mengapa saya memilih lokasi ini sebagai tempat usaha..

Pertama, jika kita ambil dari pusat kota mau ke bandar udara Fatmawati Soekarno Padang Kemiling... nah, wajib hukumnya melewati kantor saya. Begitupun sebaliknya jika kita dari bandara mau ke pusat kota.

Kedua, dekat dengan tempat tinggal saya dan dekat dengan bandar udara Fatmawati Soekarno Padang Kemiling.

Ketiga, strategis berada di pinggir jalan raya. Sebelah kanan dari simpang pagar dewa menuju bandara, dan sebelah kiri dari bandara. Jadi sangat mudah untuk mencarinya.

Mudah-mudahan kalau anda sempat berkunjung ke Bengkulu atau bahkan memang orang Bengkulu, bisa singgah walau sebentar dan saya akan menerima dengan senang hati apalagi kalau sampai meminta saya untuk mengurus dokumen perjalanan untuk rute berikutnya. Amin..

Baca selengkapnya....

Satuan Ukur Orang Bengkulu

oleh: Herman


Saat ini, di Aya' Langkap, Kabupaten Kaur, masyarakat sedang memanen padi. Saya teringat orang Bengkulu memiliki satuan tersendiri dalam mengukur jumlah padi/gabah dan beras hasil panen. Sebenarnya tidak hanya itu, satuan ini juga dipakai untuk mengukur ketan, cengkeh, kacang hijau dan lainnya. Satuan itu adalah:

  1. Canting
  2. Cupak
  3. Kulak
  4. Kaleng

Canting adalah ukuran yang dipakai dengan menggunakan alat berupa kaleng susu kental Indo***k atau susu B*nd**a yang paling kecil. Setelah susu kental di dalamnya habis, lalu kaleng dicuci bersih serta kertas yang menjadi kulit tempat merek dagang beserta keterangan lainnya itu dilepas. Akhirnya, ia menjadi sebuah canting, berupa kaleng kecil berwarna putih dimana salah satu tutup kaleng (berbentuk lingkaran) yang semula dilubangi untuk menuang susu telah dilepas bersih.

Satu Cupak setara dengan satu setengah liter. Ukuran satu Kulak sama dengan dua Cupak. Alat yang digunakan untuk mengukur Cupak sama seperti Liter yang kita dapati di kios atau pasar yang menjual beras, ketan ataupun kacang hijau di berbagai daerah di Indonesia. Alat ukur Kulak dua kali lebih besar dengan liter. Kedua alat ukur ini biasanya terbuat dari logam besi.

Kaleng merupakan alat ukur yang menggunakan kaleng cat kapur. Di dusun-dusun beberapa daerah di Indonesia cat kapur merupakan cat murah untuk memutihkan pagar-pagar dari bilah bambu atau tembok-tembok. Kaleng ini menjadi alat ukur sendiri bagi orang Bengkulu.

Perbandingan dari alat-alat ukur itu adalah sebagai berikut:

1 canting
1 cupak = 6 canting
1 kulak = 2 cupak = 12 canting
1 kaleng = 5 kulak = 10 cupak = 60 canting

Kemarin saya mengonfirmasi ukuran-ukuran di atas pada saudara saya Amrul Hamidi di Bengkulu. Terus terang saya belum membuktikan sendiri ukuran-ukuran ini apakah sesuai dengan perbandingan di atas. Namun sejak kecil saya akrab dengan satuan-satuan ukur itu. Anda sedang di Bengkulu? Setelah membaca artikel ini, tidak ada salahnya Anda membuktikan sendiri kebenaran perbandingan ukuran-ukuran itu.

Baca selengkapnya....

Filosofi Hidup Orang Bengkulu

oleh: Herman


Orang Bengkulu asli, terutama di kota Bengkulu, memiliki filosopi hidup yang unik. Sederhana tapi juga menarik, serta mengandung pandangan hidup yang dalam. Beginilah bunyinya:

Ikan sejerek
Bere secupak
Rokok Gudang Garam sebatang
Madar...


Ikan sejerek maksudnya adalah ikan hasil tangkapan (biasanya memancing di sungai, rawa, atau di laut), diikat dengan tali wi (rotan) yang masih kecil (seukuran lidi kelapa). Ikan pertama diikat dengan salah satu ujung wi dari lubang insang dan keluar dari mulutnya. Ikan-ikan lainnya disusun dengan cara memasukkan ujung wi satu lagi dari lubang insang menembus ke mulutnya. Lalu sejerek ikan itu terlihat susunan ikan yang dibawa dengan seutas tali wi. Jerek ini sebenarnya tidak hanya menggunakan wi, namun bisa juga dengan sebuah lidi nau (aren), dahan kecil semak-semak yang ditemui atau lainnya yang bisa menjerek ikan.

Bere adalah beras. Huruf e pertama diucapkan seperti melafazkan kata "belajar" atau "senjata". Huruf e kedua berbunyi seperti kita mengucapkan kata "ekologi" atau "pepes".

Cupak adalah ukuran yang setara dengan satu setengah liter. Secupak berarti satu setengah liter.

Dahulu, Gudang Garam merupakan salah satu merek dagang rokok yang diakrabi oleh kelompok masyarakat yang perokok. Untuk itulah ia menjadi salah satu merek yang diinginkan untuk dinikmati oleh kelompok masyarakat itu.

Madar berarti istirahat. Dalam bahasa Kaur atau Bintuhan berarti tulik. Atau tidur. Tapi madar ini memiliki makna beristirahat, melepas lelah, namun betul-betul melepaskan beban hidup setelah seharian menjalani dan menikmati.

Bagi saya, filosopi hidup ini menggambarkan kesederhanaan orang Bengkulu dalam menjalani hidup. Hidup selalu mengambil segala sesuatu dari alam secukupnya, tidak melebihi dari ukuran yang menjadi kebutuhan. Ikan sejerek menggambarkan orang mengambil kekayaan alam berupa ikan hanya sekedar untuk makan sekeluarga. Sejerek ikan jamak hanya sekitar lima sampai belasan ikan ukuran sedang (tak lebih besar dari telapak tangan orang dewasa).

Untuk ukuran keluarga batih, bere secupak cukup untuk makan dua tiga hari. Maka bere sebanyak itu cukuplah untuk menjalani hidup.

Bagi perokok, makna sebatang rokok bisa merupakan ungkapan bahwa dengan hanya merokok sebatang dalam sehari sudah terasa cukup. Tidak perlu menjadi perokok berat yang menghabiskan tidak kurang dari satu bungkus setiap harinya.

Setelah mendapatkan ikan sejerek, bere secupak, dan sebatang rokok, rasanya sudah cukup pencarian rezeki hari ini. Sehingga, selanjutnya adalah madar, beristirahat, atau memanfaatkan waktu untuk bercengkrama dengan orang di sekelilingnya.

Betapa sederhananya hidup. Tidak perlu ngotot bekerja membanting tulang mati-matian serta mengeksploitasi kekayaan alam tanpa henti dan tanpa hati nurani, namun demikian hidup ini bisa begitu indah dijalani. Apa yang diperoleh segera dinikmati. Jika memang ada lebihnya, maka itu bisa disimpan untuk beberapa hari kedepan. Dengan demikian pengelolaan penghasilan juga ada, memisahkan yang untuk dinikmati hari ini serta ada pula yang perlu disimpan (saving ). Tidak ada perilaku eksploitatif di dalamnya. Tidak pula ada keserakahan. Sangat sederhana bukan?

Mungkin sebagian besar orang akan menilai orang Bengkulu yang masih memegang filosofi hidup di atas adalah manusia-manusia primitif. Bertentangan dengan kehidupan orang moderen yang serba akumulatif dalam pencapaian (terutama dalam materi), selalu memacu percepatan, serta habiskan yang ada kalau perlu sampai tandas. Persaingan adalah satu sumber energi yang luar biasa dalam upaya memperoleh sebanyak-banyaknya. Tidak peduli kanan kiri, yang ada hanya memikirkan diri sendiri. Tak ada waktu untuk membangun relasi secara lebih intim, yang ada adalah relasi kepentingan dimana orang selalu politis dalam mengembangkan pergaulan terutama untuk kepentingan ekonomi.

Wajar saja ketika angka tekanan hidup (stres) masyarakat yang disebut moderen jauh lebih tinggi daripada mereka yang dinilai berada pada arah pendulum mendekati primitif. Masyarakat moderen terasosiasikan pada kota dan masyarakat primitif terasosiasikan pada masyarakat desa. Sayangnya,keserakahan orang kota dan moderen itu telah menimbulkan dampak buruk pula pada masyarakat primitif dan desa. Pembangunan vila-vila di pegunungan telah menyebabkan banjir dan longsor, kebijakan menekan harga beras di pasaran untuk orang kota telah menyebabkan petani tak mampu memetik keuntungan bertani karena harga produksi lebih tinggi daripada harga jual, ataupun gaya hidup orang kota yang dipaksa ditiru oleh orang-orang desa lewat tayangan-tayangan televisi yang menyerbu dari ruang-ruang keluarga.

Ah... filosofi hidup itu, masih adakah yang kukuh teguh menjalankannya?


Keterangan:
Orang Bengkulu kota, terutama di pesisir pantai, mengucapkan hurup r dengan sumber suara dari pangkal tenggorokan. Orang-orang di sini menyebutnya r berkarat. Untuk lebih jelasnya, silahkan unduh (download) file contoh lafalnya disini.

Baca selengkapnya....

Festival Tabot

oleh: Neng Dalil


Festival Tabot adalah sebuah tradisi perayaan yang dilaksanakan pada setiap tanggal 1 - 10 Muharam tahun Hijriyah (tahun dalam Islam). Festival ini biasanya diisi pertunjukan seni dan budaya Bengkulu di samping ritual Tabot itu sendiri. Festival ini ramai dikunjungi oleh wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri. Sejarah mengenai Fesitval Tabot di Bengkulu bisa Anda dapatkan di sini (klik link).

Foto di atas merupakan hasil karya dari seorang fotografer Agah Permadi.

Baca selengkapnya....

Rafflesia Arnoldi vs Bunga Bangkai

oleh : Presty Larasati



Sebagai anak yang debesarkan di Bengkulu tentu saja kedua bunga tersebut tidak lagi asing bagi saya. Ketika saya merantau di pulau jawa, saya cukup terkejut mendapatkan kenyataan bahwa bunga rafflesia sering dikacaukan dengan bunga bangkai. Kedua bunga ini sering kali disamakan atau malah tertukar. Bahkan saya mendapati tulisan di sebuah harian nasional terkemuka beberapa hari yang lalu, menyebutkan bunga bangkai yang sedang mekar di sebuah TN sebagai bunga Rafflesia.

Awalnya saya hanya mengetahui perbedaan kedua bunga ini dari fisiknya saja, tapi kepulangan saya ke Bengkulu saat lebaran kemarin memberikan saya pengetahuan lebih tentang perbedaan keduanya. Saat itu rafflesia sedang mekar di 3 titik antara kepahyang-curup (sekitar satu jam dari kota Bengkulu), walaupun saat itu saya tidak mendapat kesempatan melihat rafflesia yang masa mekarnya sudah habis, saya berkesempatan melihat bunga bangkai yang akan mekar di tempat budi daya-nya. Memang keduanya mengeluarkan bau busuk, namun ternyata memiliki perbedaan pada klasifikasi biologi, bentuk, warna, cara hidupnya, siklusnya, dll.

RAFFLESIA ARNOLDI
Rafflesia yang banyak dikenal masyarakat adalah jenis rafflesia arnoldii. Jenis ini hanya tumbuh di hutan sumatera bagian selatan, terutama Bengkulu. Satu tempat yang paling bagus dan mudah untuk menemukan bunga rafflesia arnoldii ini adalah di hutan sepanjang jalan Bengkulu-Curup setelah Kepahyang. Di Bengkulu sendiri, bunga rafflesia telah dijadikan sebagai motif utama batik besurek (batik khas Bengkulu) sejak lama.


Ciri utama yang membedakan rafflesia dengan bunga bangkai secara awam adalah bentuknya yang melebar (bukan tinggi) dan berwarna merah. Ketika mekar, bunga ini bisa mencapai diameter sekitar 1 meter dan tinggi 50 cm. Bunga rafflesia tidak memiliki akar, tangkai, maupun daun. Bunganya memiliki 5 mahkota. Di dasar bunga yang berbentuk gentong terdapat bunga sari atau putik, tergantung jenis kelamin bunga. keberadaan putik dan benang sari yang tidak dalam satu rumah membuat presentase pembuahan yang dibantu oleh serangga lalat sangat kecil, karena belum tentu dua bunga berbeda kelamin tumbuh dalam waktu bersamaan di tempat yang berdekatan. Masa pertumbuhan bunga ini memakan waktu sampai 9 bulan, tetapi masa mekarnya hanya 5-7 hari. Setelah itu rafflesia akan layu dan mati.

Rafflesia merupakan tumbuhan parasit obligat pada tumbuhan merambat (liana) tetrasigma dan tinggal di dalam akar tersebut seperti tali. Sampai saat ini Rafflesia tidak pernah berhasil dikembangbiakkan di luar habitat aslinya dan apabila akar atau pohon inangnya mati, Raflesia akan ikut mati. Oleh karena itu Raflesia membutuhkan habitat hutan primer untuk dapat bertahan hidup.

Sedikit informasi, selama 200an tahun tumbuh-tumbuhan dari genus Rafflesiaceae sulit diklasifikasikan karena karakteristik tubuh yang tidak umum. Berdasarkan penelitian DNA oleh para ahli botani di Universitas Harvard baru-baru ini, rafflesia dimasukkan ke dalam family Euphorbiaceae, satu keluarga dengan pohon karet dan singkong. Tapi hal ini masih belum terpublikasi dengan baik.

BUNGA BANGKAI TITAN ARUM
Selain rafflesia, bunga raksasa lain yang dikenal masyarakat adalah bunga bangkai/suweg raksasa. Yang paling populer di antara jenis bunga bangkai lainnya adalah jenis amorphpophallus titanium. Jenis ini hanya endemik tumbuh di kawasan hutan di Sumatera. Bahkan juga ada yang menyebutkan bunga ini sebagai bunga resmi provinsi Bengkulu (sumber : Wikipedia).

Berbeda dengan rafflesia, bunga bangkai titan arum ini berwarna krem pada bagian luar dan pada bagian yang menjulang. Sedangkan mahkotanya berwarna merah ke-ungu-an. Sekilas bentuknya saat mekar terlihat seperti bunga terompet. Bila rafflesia hanya melebar, bunga bangkai tumbuh menjulang tinggi. Ketinggian bunga bangkai jenis amorphophallus titanium ini bisa mencapai sekitar 4 m dengan diameter sekitar 1,5 m.

Bunga bangkai ini termasuk tumbuhan dari suku talas-talasan (araceae). Merupakan tumbuhan dengan bunga majemuk terbesar di dunia. Berbeda dengan rafflesia yang tidak dapat tumbuh di daerah lain, bunga bangkai dapat di budi daya. bila rafflesia parasit pada tumbuhan rambat, bunga bangkai tumbuh di atas umbi sendiri.

>Bunga ini mengalami 2 fase dalam hidupnya yang muncul secara bergantian dan terus menerus, yaitu fase vegetatif dan generatif. Pada fase vegetatif, di atas umbi akan muncul batang tunggal dan daun yang sekilas mirip dengan pohon pepaya. Tinggi pohonnya bisa mencapai 6m. Setelah beberapa tahun, organ generatifnya akan layu kecuali umbinya. Apabila lingkungan mendukung, dan umbinya memenuhi syarat pohon ini akan digantikan dengan tumbuhnya bunga bangkai. Tumbuhnya bunga majemuk yang menggantikan pohon yang layu merupakan fase generatif tanaman ini.

Menurut petugas penjaga lokasi budi daya bunga bangkai di hutan Kepahyang, Bengkulu, bunga baru bisa tumbuh bila umbinya memiliki berat minimal 4 kg. Bila cadangan makanan dalam umbi kurang atau belum mencapai berat 4 kg, maka pohon yang layu akan di gantikan oleh pohon baru.

Selain itu, bunga bangkai merupakan tumbuhan ber-rumah satu dan protogini, dimana bunga betina reseptif terlebih dahulu, lalu diikuti masaknya bunga jantan, sebagai mekanisme untuk mencegah penyerbukan sendiri. Bau busuk yang dikeluarkan oleh bunga ini, seperti pada rafflesia, berfungsi untuk menarik kumbang dan lalat penyerbuk bagi bunganya. Setelah masa mekarnya(sekitar 7 hari) lewat, bunga bangkai akan layu. Dan akan kembali melewati siklusnya, kembali ke fase vegetatif, dimana akan tumbuh pohon baru di atas umbi bekas bunga bangkai.

Apabila selama masa mekarnya terjadi pembuahan, maka akan terbentuk buah-buah berwarna merah dengan biji pada bagian bekas pangkal bunga. Biji-biji ini bisa ditanam menjadi pohon pada fase vegetatif. Biji-biji inilah yang sekarang di budi-dayakan. Beberapa waktu lalu, pihak kebun raya Bogor mengambil 6 umbi yang sudah besar dari tempat budi daya bunga bangkai di Bengkulu untuk koleksinya.

Nah, setelah membaca penjelasan saya yang panjang pada postingan kali ini, semoga teman-teman tidak lagi bingung membedakan kedua bunga raksasa ini. Biar gampang diingat, bunga rafflesia itu merah, tidak tinggi, dan merupakan tumbuhan parasit. Sedangkan bunga bangkai titan arum putih, tinggi, dan merupakan tumbuhan umbi-umbi-an. Selain itu, berbeda dengan bunga bangkai, rafflesia tidak dapat di budi daya. jika teman-teman ingin melihatnya, silakan datang ke Bengkulu pada saat musim mekar keduanya (^_^).

Baca selengkapnya....
 

Mailing List Blogger Bengkulu

Sebelum mendaftar, silahkan membaca dulu persyaratannya di sini.