SIMPANG LIMO BENGKULU

AvatarTempat berbagi cerita tentang Bengkulu. Berharap menjadi salah satu sumber informasi mengenai daerah ini. Selamat membaca...

Orang Rumah

oleh: Herman

Inilah ungkapan dalam masyarakat Jawa mengenai posisi perempuan: Awan thèklèk, mbengi lèmèk. Terjemahannya secara harfiah lebih kurang berarti "Siang hari sebagai alas kaki, malam hari sebagai alas tidur." Kita pun lebih sering mendengar ungkapan konco wingking, yang berarti mahluk yang hanya berada di belakang. Tidak pernah berada di depan sebab itu hanya posisi laki-laki atau sang suami. Budayawan dan sastrawan Umar Kayam menceritakan dengan baik kisah perempuan Jawa sebagai konco wingking dalam novelnya Para Priyai.

Lain lagi di masyarakat Batak. Di sini ada ungkapan parsonduk bolon atau partalaga. Parsonduk bolon berarti sendok besar, yang menunjuk pada peran perempuan yang menyendokkan nasi, menyediakan makan buat keluarga. Partalaga sendiri mengandung makna duduk dekat tungku dapur, yang berarti siap melayani.

Di Bengkulu, di masyarakat di mana saya dilahirkan dan mengenyam nilai-nilai sosial sekitar sejak lahir hingga masa remaja, ada pula ungkapan yang bermakna sama. Istri dikenal sebagai "orang rumah" yang memiliki pengertian mahluk yang hanya di rumah, melayani suami, mengurus anak-anak dan tidak memiliki akses yang baik terhadap dunia luar.

Ketika bertemu dengan teman-teman lama dari Bengkulu, saya sering mendapat pertanyaan, "orang rumah apo kegiatannyo?" atau "orang rumah kerjo dimano?". Terus terang, saya agak terganggu dengan pertanyaan ini, meski ia sulit dihilangkan sebab sudah menjadi budaya yang melekat dalam alam bawah sadar siapa saja yang sudah sekian lama menyerapnya. Meski demikian, baik ungkapan konco wingking, parsonduk bolon atau partalaga, apalagi "orang rumah" bukanlah sesuatu yang tak dapat dirubah bahkan dihilangkan demi lebih menghargai perempuan.

Dalam satu tulisan di the Jakarta Post (JP) tahun lalu (saya tak berhasil melacaknya di dokumen imel komputer), menceritakan bagaimana seorang lelaki mengasuh anak sementara istri sibuk bekerja. Istri memang memiliki kesibukan yang lebih daripada suami. Namun suami tidak pernah merasa terbebani ketika mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domestik seperti memasak, mengasuh anak, bahkan mencuci pakaian.

Cerita mengenai suami melakukan pekerjaan domestik bukanlah hal baru bagi saya. Sejak kecil saya perhatikan bagaimana bapak bisa memasak. Saat mak (ibu) pulang ke dusun di Bengkulu selatan sana, ia bahkan mencuci pakaian kami. Waktu itu kami anak-anaknya masih kecil-kecil dan adik saya yang bungsu belum lagi lahir. Kami lima bersaudara dan yang bungsu lahir di tahun '85. Juga, sejak kecil saya terbiasa membantu orang tua mencuci piring, mencuci pakaian, menggosok (menyetrika), menemani mak memasak, bahkan membersihkan rumah. Pun, saya perhatikan tetangga kami biasa melakukan itu semua. Karena itulah, artikel di JP yang kalau tidak keliru ditulis oleh Julia Suryakusuma--sekali lagi--bukanlah hal baru.

Kembali ke soal "orang rumah". Saya merasakan betul hebatnya istri saya mengasuh anak kami. Metode parenting yang begitu bagus ia tunjukan sebagai bukti ia seorang guru profesional hampir sepuluh tahun terakhir yang bekerja untuk sekolah mahal meski gajinya kecil. Ia juga berpenghasilan yang sama dengan penghasilan saya bekerja. Dalam keagamaan, ilmu agamanya jauh lebih baik daripada saya sebab ia jebolan pesantren yang cukup disegani di selatan kota Solo. Ibadahnya lebih tekun. Saya menimba banyak hal dari dia. Ketidakpandaiannya memasak sesuai selera saya sebagai orang Sumatera tidaklah dapat membuat saya meremehkannya begitu saja. Ia adalah perempuan yang selain istri juga merupakan teman yang begitu baik. Lantas, pantaskah ia disebut "orang rumah"?

Saya yakin, bahkan di Bengkulu sendiri perempuan yang bekerja tidaklah sedikit. Kalaupun di rumah, cukup banyak dari mereka mengenyam pendidikan tinggi namun memilih di rumah untuk, misalnya, berkonsentrasi pada perkembangan anaknya. Ada pula perempuan lebih sering di rumah namun dengan bantuan teknologi internet menyebabkan mereka memiliki jaringan yang luas di luar sana. Berdagang secara online, misalnya. Apakah mereka masih pantas kita sebut sebagai "orang rumah"?

Ah, sayo rindu mak di Bengkulu.

Baca selengkapnya....
 

Mailing List Blogger Bengkulu

Sebelum mendaftar, silahkan membaca dulu persyaratannya di sini.