oleh: Herman
SEKITAR tahun 1988, Bak (bapak) membawa kami pindah domisili ke Tanjung Jaya, sebuah desa yang terletak di pinggiran kota Bengkulu. Disini saya rasakan bahasa sehari-hari yang berbeda yang digunakan masyarakatnya jika dibandingkan dengan kebiasaan kami menggunakan bahasa campur-campur dari daerah Bengkulu bagian selatan. Sebelumnya, kami biasa menggunakan bahasa Alas/Talo, Manna, atau lebih sering bahasa Kaur. Di daerah Tanjung Jaya dan sekitarnya benar-benar memiliki bahasa yang sama sekali baru untuk kami saat itu. Yansen Toha, seorang dosen Universitas Bengkulu yang saat ini sedang menyelesaikan sekolah di Australia membuat saya mengetahui kalau ternyata daerah Tanjung Jaya, Tanjung Agung, Semarang, Surabaya, Dusun Besar, hingga desa Pekan Sabtu dan sekitarnya adalah daerah suku Lembak. Masyarakat di sini memiliki kebudayaan yang agak berbeda dengan suku-suku lain di propinsi Bengkulu.
Saat pindah sekolah ke sebuah SMP di daerah desa Semarang, baru beberapa hari di sana kakak saya membawa pulang sebuah pengalaman yang lucu. Ia ceritakan, di sekolahnya ada anak yang dicukik (Cukik: Jitak) beramai-ramai oleh teman-teman di sekelilingnya. "Kasihan sekali ia," pikir kakak saya. Anak-anak yang menghajarnya dengan buku jari tengah yang tulangnya begitu menyakitkan kepala itu baru berhenti setelah si anak bersiul. Kok bisa? Ternyata, anak yang dicukik itu tadinya kentut. Setelah ketahuan, teman-temannya men-cukik secara beramai-ramai.
Ada kebiasaan di sini, kalau ada yang kentut, maka ia akan dicukik. Rasanya tentu sakit sekali. Sejak tahu itu, saya berusaha untuk tidak ketahuan kalau sedang atau ingin kentut. Mungkin maksudnya berkaitan dengan sopan santun saja. Kentut di tengah-tengah orang banyak tentulah tidak sopan. Entah itu menghasilkan bau yang tidak sedap ataupun suaranya yang tidak enak didengar sebab suara berasal dari "bagian bawah".
Saya tidak tahu apakah kebiasaan yang saya jumpai sekitar 20 tahun lalu itu masih ada atau tidak di masyarakat sini. Juga, apakah mencukik orang yang kentut berlaku untuk semua lapisan usia, ataukah di kalangan anak dan remaja saja. Saya tidak bisa membayangkan kalau orang-orang tua yang tengah berkumpul dalam satu hajatan, lalu salah seorang di antaranya kentut, dan akhirnya dicukik beramai-ramai oleh orang di sekelilingnya.
Juni 27, 2008
Kalau kentut, dicukik
Langganan:
Posting Komentar
Mailing List Blogger Bengkulu
Sebelum mendaftar, silahkan membaca dulu persyaratannya di sini.
7 komentar:
eloklah ko.... semakin banyak orang bengkulu yang kasih info melalui blog. Blog iko elok jugo....
Anak-anak masih kalau kentut dicukik
di cukik itu tak kirain di cubit hidungnya... hehehehe mungkin masih ada yah anak2 kalo kentut dicukik... :)
bagus, mendukung.....
Memang banyak kato2 sele di Bengkulu. Namo2 tempek jugo sele2. Tapak Paderi, Kandang Limun, Tengah padang, penurunan, Pasar melintang, Kampung Bali yang idak ado orang Balinyo dll. Ambo sejak SD kelas 6 la tinggal di Jawa, tapi tiok 2 tahun balik ke Bengkulu.
Salam ke Papa dan Mama di Tanjung Agung yoo...Ambo rindu.
Ado yang tahu orkes Melayu Bengkulu Asli ? yang markasnyo di Tanjung Agung, itu punyo orang tuo ambo...
Lagu2 ciptaannyo, CD dan Kasetnyo lah banyak, tapi ado masalah merketingnyo....
Wassalam
serawai dan pasemah sama aja kali, sama2x suku semende tapi beda logat doang... serawai logat au semende logat ue...
Ambo keturunan serawai tapi ambo kini tinggalnyo dijakarta udah lamo, dulu di Bengkulu ambo tinggal di daerah anggut dalam ado yang kenal samo Eix kalo ado tolong dong informasikan dimano tuh anak dulu tinggalnyo di anggut dalam jugo
wassalam
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar, tetapi yang relevan dengan posting yang ingin Anda komentari. Jangan pernah menjadikan ruang komentar ini untuk beriklan.