SIMPANG LIMO BENGKULU

AvatarTempat berbagi cerita tentang Bengkulu. Berharap menjadi salah satu sumber informasi mengenai daerah ini. Selamat membaca...

Tentang Bengkulu Selatan

Oleh: Ekie Pucukan*

Bengkulu Selatan adalah sebuah kabupaten di provinsi Bengkulu.

Kabupaten Bengkulu Selatan berdiri berdasarkan Keputusan Gubernur Militer Daerah Militer Istimewa Sumatera Selatan pada tanggal 8 Maret 1949 Nomor GB/ 27/ 1949, tentang pengangkatan Baksir sebagai Bupati Bengkulu Selatan (sebelumnya bernama Kabupaten Manna Kaur 1945 – 1948 dan Kabupaten Seluma Manna Kaur 1948 – 1949). Pada perkembangan selanjutnya dikuatkan dengan Surat Keputusan Presiden RI tanggal 14 November 1956 dengan Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1956 (Tambahan Lembaran Negara 109).

Berdasarkan Kesepakatan Masyarakat Rakyat tanggal 7 Juni 2005, dikuatkan oleh Perda No. 20 tanggal 31 Desember 2005 dan diundangkan dalam Lembaran Daerah No. 13 Tanggal 2 Januari 2006 Seri C maka tanggal 8 Maret ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Bengkulu Selatan. Berdasarkan Undang- undang Nomor: 03 Tahun 2003 Kabupaten Bengkulu Selatan mengalami pemekaran wilayah menjadi Kabupaten Kaur, Seluma dan Bengkulu Selatan.

Kabupaten Bengkulu Selatan juga dikenal dengan sebutan Seraway. Asal nama Seraway dikaitkan dengan dua pendapat yaitu :

  1. Seraway berasal kata sauai yang maksudnya cabang dua buah sungai yaitu sungai Musi dan Sungai Seluma yang dibatasi oleh Bukit Capang.
  2. Seraway berasal kata dari seran yang artinya celaka (celako). Ini dihubungkan dengan suatu legenda dimana seorang anak raja dari hulu karena menderita penyakit menular lalu dibuang (dihanyutkan) ke sungai dan terdampar dimana anak raja inilah yang mendirikan kerajaan ini.

Kerajaan Seraway terpisah dengan Kerajaan Bengkulu (Bangkahulu). Kerajaan ini ditemui antara daerah sungai Jenggalu sampai ke muara sungai Bengkenang namun kerajaan ini akhirnya terpecah- pecah menjadi kerajaan kecil yang disebut margo (marga). Marga dipimpin oleh seorang datuk dan membawahi beberapa desa/ dusun. Marga- marga di Kabupaten Bengkulu Selatan itu adalah Pasar Manna, VII Pucukan, Anak Lubuk Sirih, Anak Dusun Tinggi, Kedurang, Ulu Manna Ilir, Ulu Manna Ulu, Anak Gumay dan Tanjung Raya. Namun mereka bersatu atas dasar satu kesatuan dan satu keturunan dan satu rumpun bahasa.

Bahasa di Kabupaten Bengkulu Selatan terdiri dari dua bahasa asli yaitu bahasa Pasemah yang banyak dipakai dari muara sungai Kedurang sampai dengan perbatasan Kabupaten Kaur sedangkan mayoritas menggunakan bahasa Seraway yang merupakan turunan dari bahasa Melayu. Berdasarkan Sensus Penduduk 2000 suku bangsa di Kabupaten Bengkulu Selatan adalah Serawai 76,87 persen, Pasemah 13,39 persen, Jawa 2,89 persen, Minangkabau 2,21 persen, Melayu 1,06 persen, Sunda 0,95 persen, Batak 0,73 persen dan lainnya 1,89 persen.


* Ekie Pucukan adalah anak Bengkulu asal Pulau Enggano. Saat ini mukim di kota Manna. Artikel ini ia ambilkan dari Wikipedia. Ekie bisa dihubungi di alamat: jemaumannaekie@gmail.com

Baca selengkapnya....

Rumah Adat Suku Bangsa Rejang

oleh : Presty Larasati




Rumah tradisional Rejang asli disebut dengan istilah Umeak Potong Jang. Umeak berarti rumah, Potong berarti buatan, dan Jang maksudnya Rejang. Jadi, Umeak Potong Jang = rumah buatan rejang. Rumah ini juga biasa disebut Umeak-An, dimana An berarti kuno/lama. Umeak-an = rumah lama. Keberadaan rumah asli Rejang ini boleh dikatakan sudah musnah. Menurut orang tua yang masih ingat detail rumah asli ini, rumah yang masih ada sekarang sudah dipengaruhi oleh potongan Meranjat (suku bangsa yang ada di kab. Ogan Komering Ulu Sum-Sel). Perbedaan rumah asli dan yang dipengaruhi Meranjat terletak pada bubungan. Umeak Potong Jang memiliki bubungan melintang, sehingga tritisan atap/ cucuran menghadap ke depan dan belakang. Sedangkan yang dipengaruhi Meranjat, memiliki bubungan membujur sehingga tritisan menghadap ke samping.

Bentuk bagian-bagian

  • Umeak potong jang memiliki bubungan jembatan dengan teblayeaa (pelayaran) di kiri dan kanan. Atap depan dan belakang makin menurun.
  • Lantai bagian berendo (beranda/teras) dan dapur dibuat lebih rendah dari badan rumah.
  • Bentuk pintu dan jendela segi empat, membuka ke dalam atau ke samping.
  • Tiang rumah besar dengan beginting tengah(kecil di tengah)
  • Tangga dibuat dari papan tebal dengan lebar selebar pintu berendo
  • Plafonnya tergantung pada kasau atap, tidak berpagu
  • Di atas ruang tengah bagian belakang ada ruangan berbentuk loteng yang disebut geligei


Susunan Ruang

Susunan ruang Umeak Potong Jang atau Umeak-an terdiri dari (lihat gambar denah):


1. Berendo
Panjang berendo selebar rumah. Lantainya lebih rendah depicing (selangkah dari bagian dalam). Berendo memiliki fungsi social (tempat berbincang pagi dan sore dengan tamu dan tetangga akrab, menegur orang lewat, bermain ank-anak), fungsi ekonomis (tempat menukang, membuat alat transportasi), dan tempat menjemur pakaian.

2. Umeak Danea
Merupakan bagian ruang dalam paling depan. Umeak dana ini berfungsi sebagai tempat menerima tamu, musyawarah, tempat duduk para bujang waktu bersyair, dan tempat duduk tamu anak gadis.

3. Pedukuak
Merupakan tempat tidur orang tua, juga terdapat pemenyap atau tempat menyimpan barang berharga dan tikar.

4. Geligei
Loteng di atas pedukuak dan R. menyambei. Merupakan ruang tidur anak gadis dan tempat mereka menyambut tamu teman perempuannya. Tangga untuk naik ke geligei dapat di naik-turunkan. (lihat gambar potongan A-A)

5. Ruang menyambei
Merupakan ruangan tempat perempuan menyambei. Ruangan ini dibatasi dengan sekat berupa jendela tak bertutup. Gang yang terdapat di ruang ini merupakan jalan menuju dapur. (lihat gambar potongan A-A)

6. Dapur
Merupakan tempat untuk memasak, berdiang, dan tempat makan.

7. Ga-ang
Bagian dari dapur, dekat tangga luar belakang. Ga-ang merupakan ruang terbuka seperti berendo. Berfungsi tempat mencuci, menyimpan air, dan menjemur bahan makanan. Lantainya terbuat dari bambu bulat, sehingga waktu mencuci, air langsung mengalir ke bawah. Di ujung ga-ang terdapat Kepato Lesat Buluak Bioa (rak-rak tempat perian dan bambu air)

Susunan dan fungsi ruang ini sangat ditaati oleh masyarakat Rejang. bagi mereka, malanggar susunan dan fungsi ruang pada rumah ini sama dengan melanggar adat istiadat..

selain itu, terdapat juga ragam hias yang bisa kita temukan di Umeak Potong Jang ini. untuk lebih detail, ragam hias seperti apa yang terdapat di rumah ini, klik postingan mengenai ragam hias pada tenunan Rejang berikut

Baca selengkapnya....

Ragam hias Bengkulu part 2 : ragam hias pada tenunan rejang

oleh : Presty Larasati

Berikut merupakan nama, gambar, dan makna (bila saya mendapatkannya) untuk kelompok ragam hias pada tenunan rejang yang berhasil saya dapatkan :

  • Cebung lenggong
    cebung-lenggong.jpg

  • Iliak bintang
    iliak-bintang.jpg


  • Lekau betatau
    lekau-betatau.jpg

  • Mata punai
    matai-panai.jpg

  • Tebea pinang uar, tebaran pinang muda
    >tabea-pinang-uar.jpg

  • Semut beleet, semut belarit
    semut-beleet.jpg

  • Tanjak berekek
    rangkaian tidak terputus, ragam hias ini juga dipakai pada rumah adat suku bangsa rejang (Umeak Potong Jang)
    tanjak-berekek.jpg

  • Tombak magelung
    tombak bolak-balik
    tombak-magelung.jpg

  • Kembang delapan
    keduniawian, keramah-tamahan dan kebahagiaan. Ragam hias ini juga dipakai pada rumah adat suku bangsa rejang (Umeak Potong Jang)
    kembang-delapan.jpg

  • Cerbong kewet
    rangkaian tidak terputus, ragam hias ini juga dipakai pada rumah adat suku bangsa rejang (Umeak Potong Jang)
    cerbong kewet

  • Buah-buah beluluk
    buah2-beluluk.jpg

  • Pengubung keluang
    pengubung-keluang.jpg

Selain itu, terdapat beberapa jenis ragam hias lain yang belum saya ketahui bentuknya, ragam hias ini terdapat pada ukiran pada rumah adat rejang, dan rumah adat Bengkulu di anjungan TMII. Ragam hias tersebut antara lain :
  1. Kacang keliling (flora)
    rangkaian tidak terputus
  2. Sisit nanas (flora)
    rangkaian tidak terputus
  3. Ular melilit akar (fauna)
    kedatangan para tamu terlihat dan menyerah. Biasanya ragam hias ini ditempatkan pada tiang beranda dan ruang tengah
  4. Sekea begatung (fauna)
    kedatangan para tamu terlihat dan menyerah. Biasanya ragam hias ini ditempatkan pada tiang beranda dan ruang tengah
  5. Seliping mas (fauna)
    kedatangan para tamu terlihat dan menyerah. Biasanya ragam hias ini ditempatkan pada tiang beranda dan ruang tengah
  6. Awan-awan (alam)
    memiliki makna perhiasan dan keindahan, ditempatkan pada ujung bawah atap
  7. Bintang bersudut 5 & 6 dalam lingkaran (alam)
    bermakna kehidupan dan akherat akan bercahaya bila beriman (ukiran rumah adat Bengkulu di anjungan TMII)
  8. Sidingin berbentuk hati
    memiliki makna : bagaimanapun panasnya hidup ini harus dihadapi dengan hati dingin (ukiran rumah adat Bengkulu di anjungan TMII).
  9. Bunga matahari
    melambangkan matahari yang menyinari seisi alam bagi kehidupan. Terdapat pada bagian atas pintu dan jendela

Baca selengkapnya....

Ragam hias Bengkulu part 1 : ragam hias pada Tenunan Serawai (ragam hias pada Tabot)

oleh : Presty Larasati

Bengkulu memiliki banyak ragam hias daerah. Ragam hias ini digunakan untuk berbagai keperluan. Setiap ragam hias memiliki bentuk, fungsi,dan makna yang berbeda. Ragam hias Bengkulu pada dasarnya diambil dari alam serta ragam flora dan fauna Bengkulu yang distilir (di-indah-indah-kan). Ragam hias ini biasanya digunakan pada anyaman, ukiran, ragam hias rumah adat, dan kain tenun daerah. Ragam hias ini deikelompokkan menjadi dua macam. Yaitu ragam hias tenunan kain serawai, dan ragam hias tenunan Rejang. Selain itu, juga terdapat motif batik besurek khas Bengkulu yang bisa juga dimasukkan sebagai kategori ragam hias Bengkulu. Berikut merupakan nama, gambar, dan makna (bila saya mendapatkannya) untuk kelompok ragam hias pada tenunan serawai yang berhasil saya dapatkan :

  • Seluang mudik
    seluang-mudik.jpg


  • Kandung lawaiyan
    kandung lawaiyan


  • Unak sebuku
    unak-sebuku.jpg


  • Muarak timput
    muarak-timput.jpg


  • Mata punai berantai
    mata-punai-berantai.jpg


  • Kain cutar
    kain-cutar.jpg


  • Kain ragi itam
    kain-ragi-itam.jpg


  • Gindo suli
    gindo-suli.jpg


  • Kain curak
    kain-curak.jpg


  • Kaping batang pinang
    kaping-batang-pinang.jpg


  • Unak sebuku 2
    unak-sebuku-2.jpg


  • Ular lidi
    ular-lidi.jpg


  • Kain baruak
    kain-baruak.jpg


  • Mata punai kandung
    mata-punai-kandung.jpg


  • Lengkenai naik
    berbentuk tumbuhan memanjat, memiliki arti : dalam kehidupan perlu adanya hiasan. Hiasan utama adalah anak-anak dan harta kekayaan yang senantiasa naik ke rumahnya. Ragam hias ini terdapat pada rumah adat Bengkulu.
    lengkenai-naik.jpg

Baca selengkapnya....

Lokasi

oleh: Neng Dalil


Alhamdulillah...
Walau baru memulai usaha. Tapi kesibukan dikantor sudah terlihat jelas. Perputaran stok tiket kami terhitung cukup cepat jika dibandingkan dengan teman lain yang baru juga membuka usaha yang sama.

Pada saat menempati tempat yang baru di kawasan Simpang Pagar Dewa menuju kearah bandara ini, tepatnya di Jl. DP. Negara No. 06 Pagar Dewa Bengkulu, banyak sekali teman-teman yang berkomentar "wah... jauh banget dari pusat kota Neng, pasti sepi di daerah sana dan siapa yang akan datang kesana".

Memang betul, tapi kalau semua usaha harus memilih tempat yang berada di tengah kota, lantas "siapa yang akan membuka usaha di pinggiran kota? Terus, apakah orang yang berada dipinggiran kota harus pergi ke pusat kota untuk mencari Biro Perjalanan / Agent Perjalanan untuk mengurus dokumen perjalanan ( tiket pesawat ) yang akan mereka lakukan?"

Anda pasti bisa menjawabnya.

Saya tetap optimis bahwa usaha ini akan berjalan sesuai dengan yang saya harapkan. Banyak alasan mengapa saya memilih lokasi ini sebagai tempat usaha..

Pertama, jika kita ambil dari pusat kota mau ke bandar udara Fatmawati Soekarno Padang Kemiling... nah, wajib hukumnya melewati kantor saya. Begitupun sebaliknya jika kita dari bandara mau ke pusat kota.

Kedua, dekat dengan tempat tinggal saya dan dekat dengan bandar udara Fatmawati Soekarno Padang Kemiling.

Ketiga, strategis berada di pinggir jalan raya. Sebelah kanan dari simpang pagar dewa menuju bandara, dan sebelah kiri dari bandara. Jadi sangat mudah untuk mencarinya.

Mudah-mudahan kalau anda sempat berkunjung ke Bengkulu atau bahkan memang orang Bengkulu, bisa singgah walau sebentar dan saya akan menerima dengan senang hati apalagi kalau sampai meminta saya untuk mengurus dokumen perjalanan untuk rute berikutnya. Amin..

Baca selengkapnya....

Satuan Ukur Orang Bengkulu

oleh: Herman


Saat ini, di Aya' Langkap, Kabupaten Kaur, masyarakat sedang memanen padi. Saya teringat orang Bengkulu memiliki satuan tersendiri dalam mengukur jumlah padi/gabah dan beras hasil panen. Sebenarnya tidak hanya itu, satuan ini juga dipakai untuk mengukur ketan, cengkeh, kacang hijau dan lainnya. Satuan itu adalah:

  1. Canting
  2. Cupak
  3. Kulak
  4. Kaleng

Canting adalah ukuran yang dipakai dengan menggunakan alat berupa kaleng susu kental Indo***k atau susu B*nd**a yang paling kecil. Setelah susu kental di dalamnya habis, lalu kaleng dicuci bersih serta kertas yang menjadi kulit tempat merek dagang beserta keterangan lainnya itu dilepas. Akhirnya, ia menjadi sebuah canting, berupa kaleng kecil berwarna putih dimana salah satu tutup kaleng (berbentuk lingkaran) yang semula dilubangi untuk menuang susu telah dilepas bersih.

Satu Cupak setara dengan satu setengah liter. Ukuran satu Kulak sama dengan dua Cupak. Alat yang digunakan untuk mengukur Cupak sama seperti Liter yang kita dapati di kios atau pasar yang menjual beras, ketan ataupun kacang hijau di berbagai daerah di Indonesia. Alat ukur Kulak dua kali lebih besar dengan liter. Kedua alat ukur ini biasanya terbuat dari logam besi.

Kaleng merupakan alat ukur yang menggunakan kaleng cat kapur. Di dusun-dusun beberapa daerah di Indonesia cat kapur merupakan cat murah untuk memutihkan pagar-pagar dari bilah bambu atau tembok-tembok. Kaleng ini menjadi alat ukur sendiri bagi orang Bengkulu.

Perbandingan dari alat-alat ukur itu adalah sebagai berikut:

1 canting
1 cupak = 6 canting
1 kulak = 2 cupak = 12 canting
1 kaleng = 5 kulak = 10 cupak = 60 canting

Kemarin saya mengonfirmasi ukuran-ukuran di atas pada saudara saya Amrul Hamidi di Bengkulu. Terus terang saya belum membuktikan sendiri ukuran-ukuran ini apakah sesuai dengan perbandingan di atas. Namun sejak kecil saya akrab dengan satuan-satuan ukur itu. Anda sedang di Bengkulu? Setelah membaca artikel ini, tidak ada salahnya Anda membuktikan sendiri kebenaran perbandingan ukuran-ukuran itu.

Baca selengkapnya....

Filosofi Hidup Orang Bengkulu

oleh: Herman


Orang Bengkulu asli, terutama di kota Bengkulu, memiliki filosopi hidup yang unik. Sederhana tapi juga menarik, serta mengandung pandangan hidup yang dalam. Beginilah bunyinya:

Ikan sejerek
Bere secupak
Rokok Gudang Garam sebatang
Madar...


Ikan sejerek maksudnya adalah ikan hasil tangkapan (biasanya memancing di sungai, rawa, atau di laut), diikat dengan tali wi (rotan) yang masih kecil (seukuran lidi kelapa). Ikan pertama diikat dengan salah satu ujung wi dari lubang insang dan keluar dari mulutnya. Ikan-ikan lainnya disusun dengan cara memasukkan ujung wi satu lagi dari lubang insang menembus ke mulutnya. Lalu sejerek ikan itu terlihat susunan ikan yang dibawa dengan seutas tali wi. Jerek ini sebenarnya tidak hanya menggunakan wi, namun bisa juga dengan sebuah lidi nau (aren), dahan kecil semak-semak yang ditemui atau lainnya yang bisa menjerek ikan.

Bere adalah beras. Huruf e pertama diucapkan seperti melafazkan kata "belajar" atau "senjata". Huruf e kedua berbunyi seperti kita mengucapkan kata "ekologi" atau "pepes".

Cupak adalah ukuran yang setara dengan satu setengah liter. Secupak berarti satu setengah liter.

Dahulu, Gudang Garam merupakan salah satu merek dagang rokok yang diakrabi oleh kelompok masyarakat yang perokok. Untuk itulah ia menjadi salah satu merek yang diinginkan untuk dinikmati oleh kelompok masyarakat itu.

Madar berarti istirahat. Dalam bahasa Kaur atau Bintuhan berarti tulik. Atau tidur. Tapi madar ini memiliki makna beristirahat, melepas lelah, namun betul-betul melepaskan beban hidup setelah seharian menjalani dan menikmati.

Bagi saya, filosopi hidup ini menggambarkan kesederhanaan orang Bengkulu dalam menjalani hidup. Hidup selalu mengambil segala sesuatu dari alam secukupnya, tidak melebihi dari ukuran yang menjadi kebutuhan. Ikan sejerek menggambarkan orang mengambil kekayaan alam berupa ikan hanya sekedar untuk makan sekeluarga. Sejerek ikan jamak hanya sekitar lima sampai belasan ikan ukuran sedang (tak lebih besar dari telapak tangan orang dewasa).

Untuk ukuran keluarga batih, bere secupak cukup untuk makan dua tiga hari. Maka bere sebanyak itu cukuplah untuk menjalani hidup.

Bagi perokok, makna sebatang rokok bisa merupakan ungkapan bahwa dengan hanya merokok sebatang dalam sehari sudah terasa cukup. Tidak perlu menjadi perokok berat yang menghabiskan tidak kurang dari satu bungkus setiap harinya.

Setelah mendapatkan ikan sejerek, bere secupak, dan sebatang rokok, rasanya sudah cukup pencarian rezeki hari ini. Sehingga, selanjutnya adalah madar, beristirahat, atau memanfaatkan waktu untuk bercengkrama dengan orang di sekelilingnya.

Betapa sederhananya hidup. Tidak perlu ngotot bekerja membanting tulang mati-matian serta mengeksploitasi kekayaan alam tanpa henti dan tanpa hati nurani, namun demikian hidup ini bisa begitu indah dijalani. Apa yang diperoleh segera dinikmati. Jika memang ada lebihnya, maka itu bisa disimpan untuk beberapa hari kedepan. Dengan demikian pengelolaan penghasilan juga ada, memisahkan yang untuk dinikmati hari ini serta ada pula yang perlu disimpan (saving ). Tidak ada perilaku eksploitatif di dalamnya. Tidak pula ada keserakahan. Sangat sederhana bukan?

Mungkin sebagian besar orang akan menilai orang Bengkulu yang masih memegang filosofi hidup di atas adalah manusia-manusia primitif. Bertentangan dengan kehidupan orang moderen yang serba akumulatif dalam pencapaian (terutama dalam materi), selalu memacu percepatan, serta habiskan yang ada kalau perlu sampai tandas. Persaingan adalah satu sumber energi yang luar biasa dalam upaya memperoleh sebanyak-banyaknya. Tidak peduli kanan kiri, yang ada hanya memikirkan diri sendiri. Tak ada waktu untuk membangun relasi secara lebih intim, yang ada adalah relasi kepentingan dimana orang selalu politis dalam mengembangkan pergaulan terutama untuk kepentingan ekonomi.

Wajar saja ketika angka tekanan hidup (stres) masyarakat yang disebut moderen jauh lebih tinggi daripada mereka yang dinilai berada pada arah pendulum mendekati primitif. Masyarakat moderen terasosiasikan pada kota dan masyarakat primitif terasosiasikan pada masyarakat desa. Sayangnya,keserakahan orang kota dan moderen itu telah menimbulkan dampak buruk pula pada masyarakat primitif dan desa. Pembangunan vila-vila di pegunungan telah menyebabkan banjir dan longsor, kebijakan menekan harga beras di pasaran untuk orang kota telah menyebabkan petani tak mampu memetik keuntungan bertani karena harga produksi lebih tinggi daripada harga jual, ataupun gaya hidup orang kota yang dipaksa ditiru oleh orang-orang desa lewat tayangan-tayangan televisi yang menyerbu dari ruang-ruang keluarga.

Ah... filosofi hidup itu, masih adakah yang kukuh teguh menjalankannya?


Keterangan:
Orang Bengkulu kota, terutama di pesisir pantai, mengucapkan hurup r dengan sumber suara dari pangkal tenggorokan. Orang-orang di sini menyebutnya r berkarat. Untuk lebih jelasnya, silahkan unduh (download) file contoh lafalnya disini.

Baca selengkapnya....
 

Mailing List Blogger Bengkulu

Sebelum mendaftar, silahkan membaca dulu persyaratannya di sini.