SIMPANG LIMO BENGKULU

AvatarTempat berbagi cerita tentang Bengkulu. Berharap menjadi salah satu sumber informasi mengenai daerah ini. Selamat membaca...

Pesta Blogger 2009

Sanak,

Pesta Blogger 2009 sudah membuka pendaftaran bagi semua blogger yang tertarik untuk mengikuti. Silahkan mendaftar di sini atau klik logo Pesta Blogger 2009 di sebelah kanan blog iko.

Ingin rasonyo ketemu dengan sanak-sanak segalo, tapi entah kapan. Beberapo kali aku berdiskusi dengan beberapo kawan di mailing list untuk ngadokan pertemuan, ruponyo masih sulit untuk diwujudkan. Barangkali ado di antara sanak-sanak ko yang ikut pesta blogger tu, cak mano kalu kito manfaatkan momen ini untuk ketemuan. Sekedar bertatap muko, tukaran nomor kontak, atau ndak bikin rencana-rencana ke depan, tentu idak ado salahnyo, kan? Bisa hubungi aku di nomor 021-30697575 (mobile).

Salaam,
Herman (Pemelihara blog Simpang Limo Bengkulu)

Baca selengkapnya....

Tari-Tarian dari Rejang Lembak

oleh: Herman


Tari adalah salah satu seni dan merupakan produk kebudayaan yang ada di dalam masyarakat. Suku Rejang adalah salah satu suku terbesar yang ada di propinsi Bengkulu. Jika Anda sedang berkunjung atau berwisata ke Bengkulu, tak ada ruginya untuk menikmati hasil kebudayaan daerah ini yang tak kalah bagusnya dibanding yang berasal dari daerah lain, dan ikut memperkaya kebudayaan Nusantara. Berikut ini adalah daftar tari-tarian yang dimiliki oleh suku Rejang yang berada di daerah Rejang Lembak:

a. Tari Senjang
b. Tari Layang-Layang
c. Tari Kain
d. Tari Piring 40
e. Tari Piring 12
f. Tari Tari Pisau/Siwar
g. Tari Sabung
h. Tari Selasih
i. Tari Cerai Kasih
j. Tari Lingkung Tanjung
k. Tari Satu Dua
l. Tari Mak Inang
m. Tari Payung
n. Tari Jin Kambas
o. Tari Ujan Panas
p. Tari Silampari
q. Tari 4 Saudara
r. Tari Terkukung
s. Tari Srilala
t. Tari Rakrai
u. Tari Ribu-Ribu
v. Tari 3 Serangkai
w. Tari Nasib Serawak
x. Tari Indung-indung
y. Tari Turak (Penyambutan)
z. Tari Balai (Tari Adat)

Pengurutan tari-tarian di atas sesuai dengan sumbernya, yakni dokumen Notulen Lokakarya Pembakuan Tari Adat dan Busana Adat Resmi Kabupaten Rejang Lebong, Sabtu 03 Desember 2005 lalu.

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Rejang Lebong bekerjasama dengan Badan Musyawarah Adat (BMA) Kabupaten Rejang Lebong adalah panitia pelaksana dari kegiatan lokakarya yang berlangsung sejak pukul 09.00 - 20.00 WIB itu. Metode yang digunakan dalam acara ini berupa:

  • Peragaan Tari Penyambutan dan Tari Kejei oleh Sanggar Bumei Pat Petulai sebagai sanggar Pemerintah Daerah Kabupaten Rejang Lebong.
  • Diskusi dengan membagi 2 kelas, yaitu kelas Rejang Ulu dan Kelas Rejang Lembak untuk pengumpulan data dan Penetapan tari Adat.
  • Penggabungan kelas Rejang Ulu dan Rejang Lembak untuk pembakuan tari ada dan busana resmi Kabupaten Rejang Lebong.


Peserta lokakarya adalah mereka yang masuk dalam unsur tokoh-tokoh adat kabupatan Rejang Lebong, BMA Kecamatan, serta seniman dan budayawan yang ada di kabupaten ini.

Catatan:
Terima kasih untuk Henny Trianingsih Chandra, yang melalui orang tuanya telah melobi Bupati Rejang Lebong untuk mendapatkan dokumen sumber serta mengirimkannya ke saya lebih dari setahun lalu.

Baca selengkapnya....

CRYSIS, CRYSIS & CRYSIS OH MY POOR CITY

oleh: Sev Pascal

Ketika Kemajuan yang didamba menjadi kemunduran, apalah arti sebuah perubahan. Perubahan ternyata malah kearah kemunduran. Memang berubah tapi ternyata perubahan yang berbalik perubahan yang terlihat megah hanyalah sekedar kamoflase yang penuh kebobrokan. oh Malangnya nasib kota ini.


This pict- property of sunarto.files.wordpress.com


Bengkulu kini, (sampai detik tulisan ini dibuat) ternyata semakin berubah menjadi Kota Bengkulu yang full of crysis.

Mungkin pembaca mau tahu kenapa aku menulis postingan macam ini. Alasannya sederhana tapi sungguh menjengkelkan bagiku. Bagaimana tidak, dari hari kehari ternyata kota ini semakin mengalami krisis di berbagai bidang. contoh sederhana dari mulai kekurangan air bersih akibat pasokan air PAM yang sudah hampir seminggu ini di wilayah Sawah Lebar dan sekitarnya yang tidak mengalir bahkan di sukamerindu di rumah kakakku air dari PDAM telah berbulan-bulan sulit mengalir hal ini sangat memaksaku benar-benar kerepotan karena kurangnya air bersih krisis air ini juga diperparah dengan aliran listrik yang selalu mati hampir setiap hari. Benar-benar membuatku sangat kecewa pada kinerja PLN di sini apa mungkin akan seperti PLN di Bengkulu Selatan khusunya Kota Manna yang sudah terbukti amat jarang hidupnya daripada matinya? Padahal kita ketahui bersama bahwa Listrik dan air ini merupakan kebutuhan yang mendasar dewasa ini, bukan itu saja yang merepotkan kadang-kadang aliran listriknya hidup tapi tegangannya melorot hingga dibawah ambang batas, tentu saja hal ini membuat banyak peralatan elektronik menjadi rusak. Terutama aku yang hampir tiap hari tak pernah lepas dengan benda kesayanganku " komputer 'PC' ku" sehingga kerjaan ku yang berhubungan dengan ketik mengetik dan cetak mencetak menjadi amburadul tak tentu arah.

Di lain pihak fasilitas umum seperti jalan dan jembatan dari hari kehari bukannya semakin baik tapi tambah parah. lihat saja jalan-jalan yang ada di kota Bengkulu ini rata-rata kerusakkannya amat sangat parah dan tidak sebanding dengan perbaikan jalan yang menurutku sebatas tambal sulam sebagai contoh jalan Sawah Lebar hingga simpang Panorama menurutku adalah jalan yang amat sangat parah kerusakkannya terutama depan Bank Safir Bengkulu, kerusakan ini ternyata bukan hanya karena kualitas jalan atau aspalnya saja yang jelek melainkan memang diperparah dengan kendaraan yang melewatinya yang beratnya di luar ambang batas tonase jalan itu sendiri. Akibat dari jalan yang buruk ini sudah barang tentu adalah kecelakaan bagi pengguna jalan itu sendiri, seperti beberapa hari terakhir banyak sekali kendaraan terguling ketika hujan turun, dan banyak seklai kendaraan roda dua yang masuk ke dalam lobang seperti halnya yang pernah aku alami di tahun 2008 yang lalu ketika kendaraanku terperosok ke dalam lobang jalan yang ada di dekat Simpang Bandar Raya-Rawa Makmur hingga terpaksa aku tak dapat beraktifitas untuk sekian waktu karena tulang bahu ku mengalamai cedera. Perlukah korban-korban lainnya berjatuhan? lalu ke mana anggaran perbaikan jalan yang ada? Aku tak tahu yang jelas bagiku pembangunan itu bukan sekadar membangun Ruko, bukan sekadar membangun jogging track atau sebatas mempercantik pesisir pantai atau bukan juga sekedar mengganti nama kota dari Bengkulu menjadi Bencoolen tapi bagiku pembangunan adalah juga memperbaiki sarana dan prasarana yang langsung berhubungan dengan kepentingan rakyat kecil seperti aku ini.

Sesungguhnya bukan aku ingin menjelek-jelekkan kota dimana aku tinggal tapi ini murni ungkapan perasaan seorang rakyat kecil macam aku yang melihat dari kacamata seorang rakyat kecil. Ternyata bengkulu benar-benar berubah.

Baca selengkapnya....

Perlukah Bengkulu menjadi Bencoolen?

Beberapa hari ini usulan pergantian nama Bengkulu menjadi Bencoolen menjadi topik hangat di mailing list Blogger Bengkulu. Karena mailing list ini bersifat tertutup, maka hanya anggotanya saja yang dapat berpartisipasi di dalam diskusi. Perdebatan hangat ini, saya pikir perlu dinikmati oleh sanak-sanak lain dari Bengkulu atau mereka yang pernah memiliki kenangan tersendiri terhadap Bengkulu. Silahkan menanggapi. | herman

03/30/2009 09:27 AM
Rezi:

Kepada semua sanak bengkulu,

malam tdi ketika membaca running text di tv one, saya kaget krna ada berita bahwa nama bengkulu berubah menjadi bencoolen, saya penasaran juga krn hanya running text aja, sampai akhirnya pagi ini menemukan artikel di sini mungkin bisa jadi referensi

Ada berbagai macam pendapat yang muncul, bagaimana dengan sanak semuanya...



03/30/2009 02:55 PM
Suharyanto:

Yah seperti kebanyakan komentar, rasanya kurang kerjaan dengan mengganti nama Bengkulu menjadi Bencoolen. Kalo kita kaji dari berbagai aspek, Bencoolen hanyalah sebutan untuk Bengkulu, sama dengan Netherlan = Holand = Belanda, dll. Kalo memang merujuk kepada nama asli, semestinya BANGKAHULU, atau pakai aja namo kerajaan besar di Bengkulu tempo dulu, SILEBAR misalnnya.

Jika logikanya sama dengan Ujung Pandang menjadi Makassar tidaklah tepat, soalnya Makasar memang nama salah satu etnis di kota tersebut dan memang ada kerajaan Makasar. Yang jelas tidak diganti menjadi Maccassar (ucapan orang bule). Jika menggunakan logika "pejabat" kota Bengkulu tsb, maka Jawa bisa menjadi Jawadwipa, Kalimantan menjadi Borneo, Sulawesi menjadi Celebes, Maluku menjadi Molucas dan ha ha ha... lucu.

Bencoolen, terus melafalkannya apa. Bengkulen, atau ben-cu-len, atau beng-cu-lun... ha ha ha bisa-bisa kita dianggap sebagai orang "culun"...(just kidding).

Saya rasa ini memang kurang kerjaan....


03/30/2009 03:26 PM
H. Musiardanis:

(Tulisan saya ini sudah dimuat di Harian Bengkulu Ekspress beberapa minggu yang lalu dan karena jengkel dengan kekerasan kepala para pejabat Kota Bengkulu, maka Insya Allah besok tulisan saya yang berjudul "Lagi-lagi Bencoolen" akan dimuat lagi).
----------

Beberapa hari ini kita membaca polemik hangat mengenai satu gagasan luar biasa mengenai nama Kota Bengkulu. Salah satu dinas di kota Bengkulu mempunyai keinginan untuk mengubah nama Bengkulu menjadi Bencoolen. Alasan yang dikemukakan untuk melakukan perubahan itu antara lain karena nama Bencoolen lebih dikenal di manca negara ketimbang Bengkulu, dan ini dapat dijadikan wahana untuk mempromosikan wisata di daerah ini.

Ironis, sungguh sesuatu yang menyedihkan apabila kita lebih menghargai nama yang diberikan oleh orang asing (British) daripada nama yang diberikan oleh nenek moyang kita sendiri. Seseorang yang pernah mempelajari bahasa Inggris seharusnya tahu bahwa ada satu norma dalam bahasa tersebut dalam memberi nama bagi sebuah kaum, suku atau bangsa. Biasanya dalam melakukan ini orang Inggris menambahkan suku kata -an, ian, -er atau -nese di ujung nama asli tempat suku itu berdiam, misalnya : Sundanese untuk orang Sunda; Javanese untuk orang Jawa; Chinese untuk orang Cina; Washingtonian untuk orang Washington; New Yorker untuk orang New York, dan sebagainya.

Norma bahasa ini juga tampaknya dilakukan oleh kolonial Inggris terhadap orang Bengkulu, ketika mereka berada di Bengkulu pada abad ke 18 dan 19. Menurut norma tersebut “orang Bengkulu” akan mereka sebut dengan kata “BENGKULUAN”. Kata ini kemudian dalam tulisan mereka tertera menjadi “BENKULUAN”, kemudian karena pengucapan kata tersebut di lidah mereka keluar dengan bunyi “BENKULUEN” maka lama kelamaan kata itu berubah total, baik dalam bunyi maupun dalam tulisan, menjadi “BENCOOLEN”. Nah, dari sini jelas bahwa kata Bencoolen lebih mengacu pada sebutan untuk orang atau suku Bengkulu (ingat juga kata Singaporean untuk orang Singapura).

Nama Bengkulu sendiri memang belum begitu jelas berasal dari benda atau peristiwa apa. Ada beberapa versi yang mencoba menjelaskan asal muasal nama Bengkulu. Ada yang mengatakan bahwa nama tersebut berasal dari peristiwa berdarah ketika Bengkulu terlibat perang dengan kerajaan Aceh. Kata sumber ini, saking banyaknya orang yang tewas dalam pertempuran, bangkai-bangkai manusia berserakan sampai ke hulu sungai. Dari sini muncul kata “Bangkai ke Hulu” yang akhirnya menjadi
Bangkahulu. Sumber lain menyatakan bahwa nama Bengkulu adalah pemberian Demang Lebar Daun (Petinggi Kerajaan Palembang) yang melihat bahwa keindahan pantai Bengkulu sama persis dengan keindahan pantai di pulau Bangka. Berdasarkan itu Demang Lebar Daun kemudian mengatakan bahwa daerah ini adalah “BANGKA DI HULU”, yang kemudian berubah menjadi BANGKAHULU.

Terlepas dari sumber mana yang lebih layak kita percaya, kita semua pantas menganggap bahwa nama BANGKAHULU atau BENGKULU adalah nama yang benar dan asli dari kota/daerah ini, bukan BENCOOLEN. Kata Bencoolen hanyalah sebutan orang-orang Inggris terhadap penduduk asli atau suku yang tinggal di Bengkulu pada saat itu dan nama Bengkulu sendiri pasti sudah lama ada, jauh sebelum bangsa Inggris datang. Kembali, mengapa kita harus lebih memilih kata Bencoolen? Sedangkan saat ini kata Bencoolen hanyalah sebuah jalan kecil tak dikenal di kota Singapura (Bencoolen Street).

Sepatutnyalah kita berhati-hati, janganlah terlalu mudah melemparkan gagasan perubahan apabila hal itu belum terlalu mendalam kita fahami. Sama halnya dengan keinginan mengubah nama Bumi Rafflesia menjadi Bumi Merah-Putih. Semua orang tahu Rafflesia pertama kali diketemukan di Bengkulu, sehingga wajar apabila daerah ini disebut Bumi Rafflesia. Kalau daerah/kota ini diubah menjadi Bumi Merah-Putih, daerah/kota-kota lain akan tersenyum, dan mungkin juga marah, karena dari Sabang sampai ke Merauke semuanya adalah Bumi Merah-Putih!

Bengkulu, 15 Februari 2009.


03/31/2009 06:43 AM
H. Musiardanis:

Menyimak berita-berita koran beberapa hari terakhir ini saya benar-benar prihatin dan bersedih. Menurut berita, salah satu dinas di Kota Bengkulu masih tetap ngotot ingin mengubah nama kota Bengkulu menjadi kota Bencoolen. Sudah banyak tanggapan yang diberikan oleh berbagai orang dari latar belakang yang berbeda tentang hal ini, rata-rata mereka tidak setuju kita mengubah nama kota Bengkulu menjadi kota Bencoolen! Mengapa kita masih tetap ingin mengubah itu?

Secara sederhana saja, coba kita fikirkan bagaimana kita melafadzkan kata Bencoolen. Apakah Bencoolen kita ucapkan dengan bunyi Bencoolen (huruf C di tengah), atau berbunyi Benculin (juga dengan huruf C di tengah), atau berbunyi Benkulen (seperti bahasa Belanda). Begitu juga agar keseimbangan dalam tata bahasa tetap terjaga, apakah kita menyebut Kota Bencoolen atau Bencoolen City ? Ingat kata Bencoolen berasal dari pengucapan bahasa Inggris terhadap kata BENGKULUAN, yang
artinya Orang Bengkulu.

Saya fikir untuk apa kita mengubah nama asli yang telah diberikan oleh para pendahulu kita, dengan nama yang diberikan oleh orang-orang asing, yang datang belakangan. Alasan untuk lebih marketable juga tidak bisa diterima, selama ini kita sudah gencar mempromosikan Bengkulu dengan kata Bengkulu, bukan Bencoolen! Pergantian nama ini akan membawa dampak kita harus mulai dari awal lagi dalam memperkenalkan Provinsi dan Kota yang kita cintai ini. Nama Bencoolen di jaman kini lebih tidak dikenal dari pada nama Bengkulu.

Hal lain yang lebih prinsip dan mutlak harus dipertimbangkan adalah masalah aspek hukum tata-negara. Nama Provinsi Bengkulu dan Kota Bengkulu itu ditetapkan berdasarkan Undang-Undang NKRI, yakni dalam Undang-Undang tentang Pembentukan Provinsi Bengkulu. Kalau ingin mengubah nama Kota Bengkulu, ubah dulu bunyi Undang-Undang tersebut, tidak cukup hanya dengan mengajukan Perda baru. Mengubah undang-undang negara bukan wewenang daerah tapi adalah wewenang pemerintah Republik
Indonesia!

Sudah selayaknya kita menghimbau pemerintah Kota Bengkulu agar tidak usah mengubah nama Bengkulu, yang betul-betul trade-mark bangsa kita sendiri. Banyak tugas-tugas lain yang lebih penting dan bermanfaat yang perlu mendapatkan perhatian. Misalnya soal Warung Remang-Remang, soal jalan dalam kota yang rusak, soal Pedagang Kaki-Lima, soal penghijauan dan juga soal pengembangan taman-taman yang dapat berfungsi sebagai paru-paru kota. Prioritaskan dulu kegiatan pada hal-hal yang bermanfaat langsung terhadap warga kota, tunda dulu kegiatan-kegiatan yang terkesan hanya sensasional dan kurang bermanfaat secara langsung bagi kehidupan warga.

Bengkulu, 30 Maret 2009.


03/31/2009 09:05 AM
Ade Ferianty:

Salut Pak Danis,

Tulisan Bapak sudah memberikan informasi yang cukup mendalam. Dari awal mendengar isu perubahan nama ini, saya pribadi merasa tidak setuju, walaupun dengan alasan yg tidak "ilmiah" seperti yang diuraikan Pak Danis (saya merasa kata bencoolen kok terlalu mirp bahasa gaulnya Debby Sahertian :D)...dan setelah saya baca tulisan Pak Danis, memang sepatutnya kita menghimbau pemerintah kota Bengkulu untuk tidak mengganti nama Bengkulu menjadi Bencoolen.

Masih banyak hal lain yang jauh lebih perlu diperhatikan dan diurus oleh pemda Bengkulu seperti yang pak Danis uraikan.

Semoga pemda Bengkulu juga akses blogger ini dan membaca masukan dari putra-putri Bengkulu.

Wassalam,
Ade.


03/31/2009 09:36 AM
Suharyanto:

Saya sangat setuju dengan pak Danis. Kita lihat, apakah para petinggi pemkot benar-benar mau mewujudkan mengubah nama Bengkulu menjadi Bencoolen. Jika iya, saya pikir kita semua orang Bengkulu wajib menolaknya. Buat "petisi keberatan". Kita orang Bengkulu, bukan orang Bencoolen.

Baca selengkapnya....

Orang Rumah

oleh: Herman

Inilah ungkapan dalam masyarakat Jawa mengenai posisi perempuan: Awan thèklèk, mbengi lèmèk. Terjemahannya secara harfiah lebih kurang berarti "Siang hari sebagai alas kaki, malam hari sebagai alas tidur." Kita pun lebih sering mendengar ungkapan konco wingking, yang berarti mahluk yang hanya berada di belakang. Tidak pernah berada di depan sebab itu hanya posisi laki-laki atau sang suami. Budayawan dan sastrawan Umar Kayam menceritakan dengan baik kisah perempuan Jawa sebagai konco wingking dalam novelnya Para Priyai.

Lain lagi di masyarakat Batak. Di sini ada ungkapan parsonduk bolon atau partalaga. Parsonduk bolon berarti sendok besar, yang menunjuk pada peran perempuan yang menyendokkan nasi, menyediakan makan buat keluarga. Partalaga sendiri mengandung makna duduk dekat tungku dapur, yang berarti siap melayani.

Di Bengkulu, di masyarakat di mana saya dilahirkan dan mengenyam nilai-nilai sosial sekitar sejak lahir hingga masa remaja, ada pula ungkapan yang bermakna sama. Istri dikenal sebagai "orang rumah" yang memiliki pengertian mahluk yang hanya di rumah, melayani suami, mengurus anak-anak dan tidak memiliki akses yang baik terhadap dunia luar.

Ketika bertemu dengan teman-teman lama dari Bengkulu, saya sering mendapat pertanyaan, "orang rumah apo kegiatannyo?" atau "orang rumah kerjo dimano?". Terus terang, saya agak terganggu dengan pertanyaan ini, meski ia sulit dihilangkan sebab sudah menjadi budaya yang melekat dalam alam bawah sadar siapa saja yang sudah sekian lama menyerapnya. Meski demikian, baik ungkapan konco wingking, parsonduk bolon atau partalaga, apalagi "orang rumah" bukanlah sesuatu yang tak dapat dirubah bahkan dihilangkan demi lebih menghargai perempuan.

Dalam satu tulisan di the Jakarta Post (JP) tahun lalu (saya tak berhasil melacaknya di dokumen imel komputer), menceritakan bagaimana seorang lelaki mengasuh anak sementara istri sibuk bekerja. Istri memang memiliki kesibukan yang lebih daripada suami. Namun suami tidak pernah merasa terbebani ketika mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domestik seperti memasak, mengasuh anak, bahkan mencuci pakaian.

Cerita mengenai suami melakukan pekerjaan domestik bukanlah hal baru bagi saya. Sejak kecil saya perhatikan bagaimana bapak bisa memasak. Saat mak (ibu) pulang ke dusun di Bengkulu selatan sana, ia bahkan mencuci pakaian kami. Waktu itu kami anak-anaknya masih kecil-kecil dan adik saya yang bungsu belum lagi lahir. Kami lima bersaudara dan yang bungsu lahir di tahun '85. Juga, sejak kecil saya terbiasa membantu orang tua mencuci piring, mencuci pakaian, menggosok (menyetrika), menemani mak memasak, bahkan membersihkan rumah. Pun, saya perhatikan tetangga kami biasa melakukan itu semua. Karena itulah, artikel di JP yang kalau tidak keliru ditulis oleh Julia Suryakusuma--sekali lagi--bukanlah hal baru.

Kembali ke soal "orang rumah". Saya merasakan betul hebatnya istri saya mengasuh anak kami. Metode parenting yang begitu bagus ia tunjukan sebagai bukti ia seorang guru profesional hampir sepuluh tahun terakhir yang bekerja untuk sekolah mahal meski gajinya kecil. Ia juga berpenghasilan yang sama dengan penghasilan saya bekerja. Dalam keagamaan, ilmu agamanya jauh lebih baik daripada saya sebab ia jebolan pesantren yang cukup disegani di selatan kota Solo. Ibadahnya lebih tekun. Saya menimba banyak hal dari dia. Ketidakpandaiannya memasak sesuai selera saya sebagai orang Sumatera tidaklah dapat membuat saya meremehkannya begitu saja. Ia adalah perempuan yang selain istri juga merupakan teman yang begitu baik. Lantas, pantaskah ia disebut "orang rumah"?

Saya yakin, bahkan di Bengkulu sendiri perempuan yang bekerja tidaklah sedikit. Kalaupun di rumah, cukup banyak dari mereka mengenyam pendidikan tinggi namun memilih di rumah untuk, misalnya, berkonsentrasi pada perkembangan anaknya. Ada pula perempuan lebih sering di rumah namun dengan bantuan teknologi internet menyebabkan mereka memiliki jaringan yang luas di luar sana. Berdagang secara online, misalnya. Apakah mereka masih pantas kita sebut sebagai "orang rumah"?

Ah, sayo rindu mak di Bengkulu.

Baca selengkapnya....
 

Mailing List Blogger Bengkulu

Sebelum mendaftar, silahkan membaca dulu persyaratannya di sini.